Pages

Monday, July 30, 2012

Pemuda Pemegang Hari Kemudian

PEMUDA, PEMEGANG HARI KEMUDIAN

Pidato Pembukaan Kongres Pemuda Seluruh Indonesia di Bandung. 15 Februari 1960

Saudara-saudara sekalian,

Syukur alhamdulillah, pada hari ini akan dibuka dan Insya Allah dibuka Kongres Pemuda seluruh Indonesia. Sebagai yang Saudara-saudara sekalian ketahui dan yang telah pula dikatakan oleh pembicara-pembicara yang terdahulu itu tadi, maka tatkala kita memperingati Hari Pahlawan di Yogyakarta 10 November yang lalu, pada waktu itu saya berikan komando kepada seluruh pemuda Indonesia untuk mengadakan satu kongres. Satu kongres yang masuk ke dalam ingatan saya tatkala saya berpidato di dalam rapat peringatan Hari Pahlawan itu, saya ingat kepada Kongres Pemuda yang diadakan pada Hari Pahlawan 1945 ialah pada kita punya tahun Proklamasi. Pada waktu itu semua pemuda-pemuda dari seluruh pelosok Indonesia berkumpul di Yogyakarta. Bersatu tekad, bersatu kehendak, bersatu api yang menyala-nyala didalam dadanya, untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Kongres Pemuda 1945 di Yogyakarta itu adalah satu kongres yang hebat, satu manifestasi daripada kehendak seluruh pemuda untuk tidak mau menekuk lutut terhadap kepada imperialisme dan kapitalisme, untuk tidak mau menekuk lutut terhadap kepada ancaman-ancaman yang telah gematerialiseerd daripada pihak musuh untuk membatalkan Proklamasi 17 Agustus 1945. Demikian besar hikmat yang keluar daripada Kongres 1945 itu sehingga tatkala saya mengucapkan pidato 10 November yang lalu, hati saya penuh dengan keinginan dan harapan agar supaya pemuda-pemuda Indonesia kembali berjiwa sebagaimana di dalam kongres 1945 itu, Maka oleh karena itulah lantas saya berikan komando kepada seluruh pemuda Indonesia untuk mengadakan kongres dan syukur alhamdulillah pada ini hari Saudara-saudara dari seluruh pelosok tanah air kita telah berkumpul di gedung yang bersejarah ini, untuk bersama-sama mengadakan musyawarah dan mufakat, melaksanakan Manifesto Politik.

Saudara-saudara, ada kalangan beberapa orang pesimis, beberapa orang sinikus-sinikus yang berkata: Apakah sekarang tepat waktunya untuk mengadakan Kongres Pemuda Seluruh Indonesia yang akan memakan biaya yang banyak ? Apakah sekarang tepat waktunya untuk mengerahkan seluruh pemuda Indonesia untuk berkongres, padahal kita menghadapi kesulitan-kesulitan yang sekian banyaknya ? Menghadapi kesulitan dengan belum habis tertumpasnya sama sekali pemberontakan-pemberontakan PRRI dan Permesta ? Menghadapi kesulitan-kesulitan di lapangan sandang pangan, menghadapi kesulitan-kesulitan di lapangan pemberantasan DI dan TII dan lain-lain sebagainya ? Menghadapi kesulitan di dalam kalangan pegawai-pegawai oleh karena pegawai-pegawai itu baru saja di-retool ? Menghadapi kesulitan-kesulitan di lapangan finek ? Apa sekarang tepat waktunya untuk mengadakan Kongres Pemuda Seluruh Indonesia ?

Jawab saya dengan tegas dan tepat ialah : Justru oleh karena kita menghadapi kesulitan-kesulitan, justru itulah waktunya untuk mengadakan Kongres Pemuda Seluruh Indonesia. Sebab masih tetap harapan saya, tetap keyakinan saya, bahwa pemuda-pemuda adalah pelopor daripada revolusi. Kesulitan-kesulitan yang kita hadapi adalah kesulitan-kesulitan yang inhaerent dengan revolusi, penyakit-penyakit daripada revolusi dan akibat-akibat objektif di beberapa tempat daripada revolusi itu.

Jikalau kita hendak menyelesaikan revolusi, dari tadinya kita harus lebih dahulu mengetahui bahwa akan menghadapi kesulitan-kesulitan. Jikalau kita hendak menyelesaikan revolusi, mengempur habis-habisan semua kesulitan-kesulitan itu. Jikalau tiap-tiap kesulitan kita anggap sebagai suatu halangan yang mutlak, jikalau tiap-tiap kesulitan-kesulitan kita anggap sebagai suatu halangan yang harus kita pakai untuk membatalkan atau meniadakan suatu tindakan, janganlah mempunyai harapan dapat menyelesaikan revolusi.

Saya tadi telah berkata bahwa kesulitan-kesulitan itu adalah inhaerent daripada revolusi kita. Inhaerent artinya sudah masuk di dalam rangkanya revolusi kita itu. Tidakkah sepantas-pantasnya sewajarnya, selogisnya bahwa kita menghadapi kesulitan-kesulitan, apalagi di dalam tahun 1960, tahun yang saya namakan “Tahun Penemuan Kembali Revolusi Kita”, tahun yang saya namakan “The Year of The Rediscovery of Our Revolution”, lebih tegas lagi tahun retooling. Tidakkah sudah sepantasnya bahwa kita di tahun yang demikian itu, tahun retooling menghadapi kesulitan-kesulitan ? Tiap-tiap retooling membawa kesulitan, bahkan di dalam pidato saya “Manifesto Politik” saya berkata : Tiap-tiap kemajuan membawa persoalan dan persoalan pada hakikatnya membawa kesulitan.

Tahun 1960 adalah tahun retooling overall, retooling di segala bidang, baik di bidang mental maupun bidang politik maupun bidang ekonomim maupun di dalam bidang yang lain-lain.

Di dalam mental kita retool kita punya diri, membongkar apa yang salah di dalam kita punya hati dan pikiran, kita ubah. Perubahan ini tentu membawa kesulitan.

Dan sudahkah kita insyaf bahwa kita sendiri telah mengakui bahwa kita ini sudah beberapa tahun menyeleweng, menyeleweng di segala bidang, menyeleweng daripada rel revolusi ? Pada waktu saya berkata bahwa kita menyeleweng, hampir seluruh Indonesia membenarkan perkataan saya itu. Tetapi manakala kita mengakui bahwa kita menyeleweng, kita pun harus mengetahui, kita pun harus mengetahui, kita harus mengetahui penyelewengan itu dan mengatasi penyelewengan itu tentu membawa kesulitan-kesulitan. Penyelewengan di bidang politik, penyelewengan di bidang ekonomi, bahkan penyelewengan pada dua tahun ini telah gematerialiseerd menjadi pemberontakan-pemberontakan. Pemberontakan-pemberontakan PRRI, pemberontakan Permesta, bukan sekedar berinduk kepada penyelewengan mental, bukan saja berinduk kepada pikiran yang sudah nyeleweng, pemberontakan-pemberontakan itu adalah materialisasi daripada penyelewengan itu.

Oleh karena kita telah mengalami penyelewengan-penyelewengan yang demikian itu, maka kita sendiri, sebagai tadi saya katakana, telah mengakui dan membenarkan bahwa penyelewengan-penyelewengan ini harus kita atasi. Ingat pidato-pidato yang saya ucapkan di tahun 1957, 1958, 1959. Ingat pidato saya pada tanggal 17 Agustus 1957, “The Year of Decision”. Apa yang tercantum dalam pidato 17 Agustus 1957 itu ? Tak lain tak bukan ialah bahwa saya disitu telah sinyalir bahwa kita ini telah meninggalkan relnya revolusi dan kehendaknya kita ini kembali kepada relnya revolusi. Ingat kepada pidato saya 17 Agustus 1958, “The Year of Challenge”.

Apa isinya pidato 17 Agustus 1958, “The Year of Challenge” itu ? Tidak lain tidak bukan juga satu sinyalemen daripada penyelewengan-penyelewengan yang harus kita atasi. Ingat kepada pidato 17 Agustus 1959, The Year of Rediscovery of Our Revolution, Tahun Penemuan Kembali Revolusi Kita. Apakah isinya pidato 17 Agustus 1959 itu ? Tidak lain tidak bukan malahan satu penunjukan jalan bagaimana kita mengatasi penyelewengan-penyelewengan itu, bagaimana caranya kita mengoreksi penyelewengan-penyelewengan itu. Ingat kepada pidato saya yang saya ucapkan di gedung ini, pidato yang saya namakan Res Publica, Sekali lagi Res Publica. Apa isi pidato itu ? Tidak lagi bukan juga sinyalemen kembali daripada penyelewengan-penyelewengan dan jalan untuk mengatasi penyelewengan-penyelewengan itu.

Dan terutama sekali pidato 17 Agustus 1959, pidato yang mengkonstatir kita telah menemukan kembali revolusi kita, pidato The Rediscovery of Our Revolution yang kemudian oleh khalayak ramai dinamakan Manifesto Politik, Manifesto Politik yang kemudian oleh pemerintah, oleh Dewan Pertimbangan Agung, oleh Dewan Perancang Nasional dinyatakan sebagai haluan negara, garis besar haluan negara, menjelang keputusan dari Majelis Permusyawaratan Rakyat yang terutama sekali pidato ini, sebagai tadi saya katakan, berisikan ini sarinya, bukan sekedar sinyalemen menunjukkan penyelewengan-penyelewengan itu, penyelewengan di segala bidang, penyelewengan-penyelewengan di bidang mental, penyelewengan-penyelewengan di bidang ekonomi, penyelewengan-penyelewengan yang telah gematerialiseerd menjadi pemberontakan-pemberontakan, penyelewengan-penyelewengan lain, tetapi menunjuk dengan tegas dengan nyata, jalan untuk mengatasi penyelewengan-penyelewengan itu dan jalan untuk kembali kepada rel revolusi, revolusi yang kita proklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Apa inti sari daripada Manifesto Politik itu ? Manifesto Politik yang oleh kongres ini, menurut laporan-laporan yang saya dapat, telah diambil menjadi satu hal yang Kongres Pemuda ini akan musyawarahkan pelaksanaannya. Kongres Pemuda ialah untuk melaksanakan Manifesto Politik.

Apa inti sari daripada Manifesto Politik itu ? Lima Saudara-saudara. Saya senang sekali kepada perkataan angka lima, dan inti sari daripada Manifesto Politik ini menang angka lima, dan inti sari daripada Manifesto Politik ini memang lima ini; Satu: Undang-Undang Dasar 1945, jelas bagi Saudara-saudara. Manifesto Politik berdiri tegak di atas Undang-Undang Dasar 1945, Undang-undang dasar Proklamasi. Kedua: sebagai kelanjutan daripada undang-undang dasar itu oleh karena satu pasal daripada undang-undang dasar itu menghendakinya, nomor dua ialah Sosialisme ala Indonesia. Siapa yang tidak menghendaki sosialisme ala Indonesia, tidak dia berdiri di atas Undang-Undang Dasar 1945, jelas. Ketiga: Dus, dusnya ini saya jelaskan di dalam Manifesto Politik, dua, Demokrasi Terpimpin Sosialisme tidak dapat diselenggarakan tanpa Demokrasi Terpimpin. Sosialisme tidak dapat diselenggarakan dengan demokrasi liberal. Dus, lagi, nomor empat: Ekonomi Terpimpin, sosialisme tidak dapat diselenggarakan dengan ekonomi liberal. Sosialisme adalah Ekonomi Terpimpin dan hanya dapat diselenggarakan dengan Ekonomi Terpimpin. Dus lagi, yang nomor lima: oleh karena sosialisme ini adalah sosialisme Indonesia, Sosialisme ala Indonesia, kembali kepada kepribadian Indonesia sendiri dan kepada kebudayaan Indonesia sendiri.

Inilah inti sari daripada Manifesto Politik. Lima! Saudara-saudara. Saya ulangi: Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme ala Indonesia; dus demokrasi terpimpin; dus ekonomi terpimpin, dus kembali kepada kepribadian Indonesia sendiri, kebudayaan Indonesia sendiri. Manakala tidak kembali kepada kepribadian Indonesia sendiri, manakala tidak kembali kepada kebudayaan Indonesia sendiri, maka itu bukan sosialisme ala Indonesia. Mungkin sosialisme ala lain, tetapi bukan sosialisme ala Indonesia.

Nah, ini lima hal menjadi apa yang saya katakana penunjuk jalan bagi bangsa Indonesia, dan penunjuk jalan inisaya berikan sekarang kepada pemuda-pemuda Indonesia untuk ikut serta melaksanakannya. Sudah barang tentu melaksanakan Undang-undang Dasar 1950 dijadikan 1945 kembali membawa kesulitan, kataku. Liberalisme dijadikan sosialisme, membawa kesulitan, demokrasi liberalisme dijadikan sosialisme, membawa kesulitan, demokrasi liberal kepada Demokrasi Terpimpin membawa kesulitan, kebudayaan asing atau yang saya katakana kebudayaan gila-gilaan kepada kebudayaan yang sesuai dengan kepribadian Indonesia sendiri, membawa kesulitan. Tetapi sebagai tadi saya katakana kesulitan-kesulitan ini harus kita atasi dan untuk mengatasinya kita harus mengadakan retooling perkataan yang sekarang sudah termasyhur retooling di segala bidang. Dan tadi sudah saya katakan: oleh karena tahun 1960 adalah tahun retooling maka tahun ini penuh dengan kesulitan-kesulitan, oleh karena retooling dengan sendirinya membawa persoalan-persoalan dan kesulitan-kesulitan. Malahan boleh saya katakana tahun 1960 adalah kulminasi puncak daripada kesulitan-kesulitan sebagai akibat daripada retooling-retooling itu.

Saudara-saudara, maka saya berikan Manifesto Politik kepada bangsa Indonesia sebagai cara, sebagai jalan bagi kita untuk menyehatkan kita punya tubuh, kita punya tubuh sebagai negara, kita punya tubuh sebagai masyarakat. Sekarang saya panggil pemuda-pemuda untuk ikut serta di dalamnya, dan ikut serta melaksanakan Manifesto Politik ini. Maka oleh karena itulah pada pidato 10 November 1959 yang lalu saya mengadakan komando agar supaya pemuda-pemuda Republik Indonesia seluruhnya mengadakan Kongres Pemuda yang pada hari ini mulai dengan sidangnya.

Manakala kita mengadakan retooling di segala bidang, maka salah satu amanat saya kepada pemuda-pemuda di Indonesia ialah supaya pemuda-pemuda pun mengadakan retooling, retooling di dalam badan dan tubuh pemuda-pemuda Indonesia sendiri. Dan retooling itu sebagai tadi dikatakan oleh Saudara Roeslan Abdulgani retooling itu adalah mengenai organisasi, mengenai mental pula, retooling kalau kita mengambil pokoknya di dua bidang: retooling mental dan retooling organik.

Retooling mental, bagi pemuda-pemuda apa artinya itu ? Saya minta dan memang demikianlah harapan saya kepada seluruh pemuda Indonesia, agar supaya seluruh pemuda-pemuda Indonesia percaya, berpikir, berperasaan, jikalau saya boleh memakai perkataan perkataan yang selalu saya pakai, yakin, ilmul yakin, ainul yakin, hakul yakin, bahwa satu-satunya jalan untuk menyehatkan kita punya negara, kita punya masyarakat, ialah lima hal ini tadi: Undang-undang Dasar 1945, sosialisme ala Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, kembali kepada kebudayaan, kepribadian kita sendiri. Lima hal ini harus menjadi keyakinan Saudara-saudara.

Manakala hal itu belum menjadi keyakinan Saudara-saudara, retool-lah Saudara-saudara punya mental di dalam kongres ini dan selanjutnya agar supaya betul-betul yakin, ainul yakin, hakul yakin kataku, bahwa ini jalan satu-satunya untuk menyehatkan kita punya negara, masyarakat dan bangsa.

Saya sendiri yakin, ya saya adalah seorang manusia, tetapi sebagai saya katakana di dalam pidato Isra’ dan Mi’raj tempo hari itu, saya alhamdulillah dengan mengucap syukur di hadapan Tuhan Ilahi, saya mempunyai pegangan hidup, saya mempunyai pegangan hidup, saya mempunyai keyakinan. Kecuali keyakinan agama. Saya mempunyai keyakinan kemasyarakatan, saya mempunyai keyakinan politik dan keyakinan saya ini ialah bahwa kesadaran Indonesia sekarang ini hanya bias kita selesaikan, hanya bisa kita selesaikan, hanya bisa kita sehatkan jikalau kita berdiri di atas hal yang lima itu.

Saya sekarang bertanya kepada pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi Indonesia: Apakah Saudara-saudara juga sudah yakin seperti demikian itu ? Apakah Saudara-saudara sudah yakin bahwa hanya sosialisme ala Indonesia-lah yang bisa membawa kebahagiaan kepada bangsa kita, rakyat kita yang maha miskin ini ? Apakah Saudara-saudara sudah yakin bahwa demokrasi liberal harus kita buang, kita ganti dengan demokrasi terpimpin ? Apakah Saudara-saudara sudah yakin bahwa kita semuanya harus kembali kepada kebudayaan kepribadian kita sendiri ?

Nah, inilah yang dinamakan retooling mental. Ini adalah pokok dari segala pokok, jika Saudara-saudara tidak mempunyai isi batin, isi keyakinan yang demikian itu, meskipun Saudara-saudara mengadakan kongres berhari-hari, berpuluh-puluh hari, malahan Saudara-saudara akan kocar-kacir, jikalau Saudara tidak mempunyai keyakinan, pegangan batin yang satu itu, sebagai yang tadi dikatakan oleh Saudara Roeslan Abdulgani.

Gedung ini telah mengadakan dua kali sidang besar yang historis, bersejarah. Apa sebab Konferensi Asia Afrika dalam sidang-sidangnya yang hanya beberapa hari saja bisa menelurkan dasasila, sepuluh dasar bagi perjuangan bangsa-bangsa Asia-Afrika? Oleh karena mereka punya keyakinan, mempunyai pegangan tidak terpecah-pecah, meski punya pikiran ke utara dan ke selatan, ke barat dan ke timur. Tetapi sebaliknya, kata Saudara Roeslan Abdulgani, Konstituante yang bersidang disini bertahun-tahun dengan tidak membawa hasil, oleh karena tidak mempunyai pegangan. Dan saya amat gembira sekali dengan perkataan Saudara Roeslan Abdulgani tadi bahwa Saudara-saudara masuk di dalam gedung Kongres Pemuda ini, Saudara gulung Saudara punya panji-panji pemuda, organisasi-organisasi pemuda sendiri-sendiri, masukkan ke dalam kotak dan diganti dengan satu bendera, bendera Sang Merah Putuh. Saya minta Saudara-saudara demikian seterusnya di dalam deleberasi, di dalam permusyawaratan-permusyawaratan dalam sidang yang akan datang.

Saudara-saudara, kecuali retooling mental daripada pemuda-pemuda dan termasuk juga pemudi-pemudi dan terus terang saja, saya tadi pada waktu di gedung Gubernuran, saya sudah mengutarakan kekhawatiran saya, bahwa Kongres Pemuda ini terlalu bertitik beratkan kepada pemuda-pemuda, kurang pemudinya. Saya disini melihat seorang pemudi, Ibu Ainun Mardiyah dari Aceh, saya melihat disitu ada pemudi, ada pemudi, ada pemudi, ada pemudi. Kurang pemudinya ! Coba lihat meja ini, Cuma satu wanitanya.

Saudara-saudara, apa tadi saya katakan ? Saudara ganti panji-panji itu dengan satu panji yaitu kita punya bendera Sang Merah Putih. Kecuali kita mengadakan retooling mental itu, kita harus mengadakan retooling organik. Bagaimana keadaan yang lalu yang dahulu, yang berlainan sama sekali dengan tahun 1945, tatkala pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi di dalam Kongres 1945 di Yogyakarta kompak, bersatu, tidak terpecah-pecah, hanya dengan satu pegangan: mempertahankan Proklamasi, mempertahankan ucapan kita, bahwa kita telah merdeka dan tidak mau dijajah lagi oleh bangsa siapapun. Kemudian daripada itu sebenarnya, terus terang saja tahun 1946, pemuda-pemuda telah terpecah-pecah. 1946 terpecah-belah, diadakan kongres, tidak bisa bersatu lagi; 1948 diadakan kongres, dengan susah payah diadakan kongres, tidak tercapai persatuan itu.

Pendek Saudara-saudara, sejak 1945, kemudian daripada itu, sebenarnya dunia pemuda Indonesia ini telah terpecah belah, akibat daripada Manifesto November 1945, akibat daripada diadakannya partai-partai politik dan pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi dijadikan satu alat daripada partai-partai politik itu. Pemuda dan pemudi dimasukkan di dalam kotak-kotak: kotaknya partai ini, pemuda dan pemudinya ini; kotaknya partainya itu, pemuda dan pemudinya itu; kotaknya partai itu, pemuda-pemudinya itu dan demikian seterusnya. Terus terang, Saudara-saudara masuk kotak-kotak pada waktu itu. Saudara-saudara tidak bersatu padu dengan yang lain, Saudara-saudara masing-masing menebah dada: “Aku pemudanya partai itu.” Di lain pihak di sana pun menebah dada: “Aku pemudanya partai itu,” sehingga sebagai tadi saya katakan, sejak tahun 1945 itu kemudian, terpecah-pecahlah alam pemuda Indonesia.

Hal yang demikian itu harus kita atasi. Saya berkata: Partai hendak mengambil pemuda ? Partai hendak merebut pemuda ? Silahkan ! Boleh ! Tetapi, partai boleh berkata: Sebagai dijadikan adagium, sering kali dijadikan adagium, : “Siapa yang memegang pemuda ialah yang memegang hari kemudian.” “Wie de jeugd heeft de toekomst.” Tiap-tiap partai mau merebut pemuda oleh karena berkeyakinan bahwa siapa yang mempunyai, memegang pemuda, ialah yang memegang hari kemudian. Boleh kataku, tetapi saya berkata juga, tetapi, pemuda harus menjawab, bukan saja “Siapa yang memegang pemuda memiliki hari kemudian”, jawablah “Siapa yang memiliki hari kemudian, engkaulah yang akan mendapat pemuda ini.” “Wie de toekomst heeft, heeft de jeugd.” Siapa yang menuju kepada hari kemudian yang gilang-gemilang, siapa yang di dalam konsepsinya, siapa yang di dalam politiknya, siapa yang di dalam perjuangannya menuju kepada hari kemudian yang gilang-gemilang, disitulah tempatnya pemuda.

Dan apa hari kemudian yang gilang-gemilang itu ? Hari kemudian yang gilang-gemilang, tak lain tak bukan ialah sebagai yang saya katakan di dalam Manifesto Politik 17 Agustus 1959, tiga kerangka:

Satu: Negara Republik Indonesia Kesatuan berwilayah kekuasaan dari Sabang sampai Marauke.

Dua: Masyarakat yang adil dan makmur di dalamnya, masyarakat sosialis ala Indonesia.

Ketiga: Negara Republik Indonesia dengan masyarakatnya yang adil dan makmur itu di dalam satu kerangka persahabatan dengan seluruh manusia di dunia ini.

Ini adalah toekomst, ini adalah hari kemudian yang gilang-gemilang. Partai yang tidak menuju kepada tiga kerangka ini: Negara Republik Indonesia Kesatuan berwilayah dari Sabang sampai Marauke dengan di dalamnya masyarakat yang adil dan makmur, sosialisme ala Indonesia, dengan menempatkan negara Republik Indonesia dan masyarakat itu di dalam kerangka persahabatan seluruh manusia di dunia, tidak mungkin partai demikian itu, atau tidak harus mungkin partai yang demikian itu, bisa mendapat hatinya pemuda.

Tetapi di kalangan pemuda sendiri, dalam tahun 1946, 1947, 1948, 1949, 1950 dan seterusnya ada banyak yang menjadi alat daripada partai yang tidak menuju kepada tiga kerangka ini. Ini yang harus di retool. Ini adalah soal retooling mental. Saya minta kepada Saudara-saudara sekalian, pemuda-pemuda, agar supaya Saudara-saudara kecuali mengadakan retooling mental. Di dalam kongres ini membicarakan hal retooling organik itu agar supaya dunia pemuda tidak terpecah-belah lagi seperti yang sudah-sudah lagi.

Saya tidak akan sebut-sebutkan jalannya kepada Saudara-saudara. Sebab saya mempunyai pembantu-pembantu dan saya sudah minta kepada pembantu-pembantu saya itu untuk nanti memberikan penerangan-penerangan kepada Saudara-saudara. Pembantu-pembantu saya ialah: Pak Jenderal Nasution yang nanti akan berpidato, memberikan petunjuk-petunjuk kepada Saudara-saudara, Saudara Roeslan Abdulgani pembantu saya pula, malahan istimewa di dalam bidang keorganisasian, pembantu saya yang nomor dua; Bapak Profesor Mr. Muh. Yamin yang duduk di sana pun menjadi pembantu saya; Saudara Chairul Saleh yang duduk di sana itu pembantu saya; Saudara Profesor Dr. Priyono yang sekarang masih ada di Bali oleh karena menceritai Raja dan Ratu Muang Thai, juga saya jadikan pembantu saya untuk memberikan penjelasan-penjelasan di dalam kongres ini; Saudara Wahib Wahab yang duduk di sana pun pembantu saya. Sehingga saya, cukuplah hanya mengemukakan kehendak, keinginan, harapan agar supaya Saudara-saudara kecuali mengadakan retooling mental, juga mengadakan retooling organik. Dengarkan benar-benar nanti, penjelasan-penjelasan dari Pak Roeslan Abdulgani mengenai keorganisasian, penjelasan-penjelasan di bidang lain-lain oleh Pak Jenderal Nasution, oleh Pak Yamin, Pak Chairul Saleh, Pak Wahib Wahab, Pak Priyono.

Kita pemuda-pemuda harus menjadi satu badan fungsional. Nah, ini perkataan, sampai sekarang sebetulnya pemuda-pemuda belum menjadi satu golongan fungsional. Saya menghendaki agar supaya dunia ini menjadi satu golongan fungsional, bahkan satu golongan fungsional yang terpenting. Sampai sekarang pemuda-pemuda sekedar isi kotak, sekedar menjadi alat. Sampai sekarang saya belum bisa berkata: Dunia pemuda daripada Sabang sampai Marauke adalah satu golongan fungsional. Dan saya menghendaki agar supaya kongres ini bisa menelorkan hal yang demikian itu. Supaya pemuda tidak lagi menjadi pemuda kotak, supaya pemuda tidak lagi menjadi alat tetapi menjadilah pada seluruhnya satu golongan fungsional.

Dan saya tidak berkata: golongan fungsional yang terpenting, lebih penting daripada golongan fungsional yang lain-lain. Maaf, saya katakan misalnya: lebih penting daripada golongan fungsional tani, oleh karena golongan fungsional yang lain-lain itu dalam menyelenggarakan sumbangannya untuk menyelesaikan revolusinya tentu membawa pula harapan-harapan, tuntutan-tuntutan, eisen-eisen untuk golongannya sendiri-sendiri, dan itu adalah tuntutan-tuntutan, yang wajar, saya katakan. Tetapi bagi pemuda-pemudi, tuntutan-tuntutan itu praktis tidak ada. Bagi pemuda-pemudi, Saudara menyumbang saja, Saudara hanya bisa menyumbang saja. Menyumbang-menyumbang, mengabdikan. Oleh karena itu maka saya berkata: golongan fungsional pemuda jikalau itu bisa dilakukan, dan saya doakan agar supaya bisa diadakan, golongan fungsional pemuda ini, sebenarnya lebih penting daripada golongan fungsional lain-lainnya. Cuma pada saat sekarang ini, golongan fungsional pemuda itu, sebagai fungsional, belum ada dan harus diadakan oleh kongres sekarang ini.

Saudara-saudara, dalam kita menghadapi persoalan-persoalan ini, saya, sebagai saya harapkan, dan sudah Saudara ketahui, saya mengharapkan daripada pemuda-pemuda itu sumbangan, sumbangan-sumbangan. Tadi Pak Roeslan mengucapkan dua perkataa: bahwa di kalangan Saudara-saudara ini adalah “de sjouwers der stenen”, pembawa batu-batu. Ada lagi kata Saudara Roeslan Abdulgani: “De sjouwers van het brandhout”, pembawa kayu untuk dimasukkan ke dalam api itu agar supaya ikut menyala-nyala. Saya gembira bahwa Saudara adalah “de sjouwers der stenen en de sjouwers van het brandhout”. Pembawa batu-batu, pembawa kayu-kayu bakar. Tetapi buat revolusi besar seperti revolusi kita ini, revolusi kecil-kecilan, revolusi yang saya katakan “a summing up of many revolution in one generation”, revolusi yang multikompleks, revolusi yang pancamuka: ya, revolusi politik, ya revolusi ekonomi, ya revolusi kebudayaan, ya revolusi mental, ya revolusi membentuk manusia Indonesia baru. Revolusi Pancamuka yang besar ini, bahkan pernah saya katakan, bahwa revolusi Indonesia adalah sebenarnya lebih besar daripada revolusi Amerika, lebih besar daripada revolusi Sovyet, lebih besar daripada revolusi-revolusi di negara-negara lain, oleh karena revolusi Amerika adalah terutama sekali hanya revolusi politik, revolusi Sovyet terutama sekali hanya revolusi politik, revolusi sosial-ekonomis, sedang kita adalah revolusi pancamuka, multikompleks, many revolution in one generation, untuk revolusi yang besar seperti revolusi kita ini, kita tidak cukup dengan sekedar “sjouwers der stenen, sjouwers van het brandhout”. Saya minta agar supaya pemuda-pemuda, terpimpin, dus kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Hafalkan ini, gampang sekali menghafalkan lima ini. Saya ulangi lagi: Undang-undang Dasar 1945, sosialisme ala Indonesia dus, demokrasi terpimpin, dus ekonomi terpimpin, dus kembali kepada kebudayaan dan kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Lima ini harus menjadi pegangan Saudara-saudara, harus menjadi isi batin Saudara-saudara, bahkan menjadi sebagai tadi saya katakan keyakinan, hakul yakin daripada Saudara-saudara. Dan jikalau semua pemuda dan pemudi Indonesia mempunyai keyakinan yang hakul yakin yang demikian itu, maka saya tidak ragu-ragu bahwa kongres pertama yang besar daripada pemuda Indonesia sesudah kita kembali kepada Undang-undang Dasar 1945 ini, membawa hasil yang sebaik-baiknya.

Saya sendiri, saya tadi berkata, mempunyai keyakinan. Apalagi jikalau saya ingat kepada Bandung ini. Di Bandung ini saya mulai menjadi pemuda yang aktif, tatkala saya lebih muda daripada engkau yang sudah berkumis, lebih muda daripada engkau, lebih muda daripada engkau, saya mulai aktif di dalam politik. Di Bandung ini, sebelum saya mulai hidup aktif di dalam politik, saya mendirikan dengan beberapa kawan “Pemuda Indonesia”, yang dulunya ada Pemuda Jawa “Jong Java”, ada “Pemuda Surabaya”, “Jong Sumatranen Bond”, ada Pemuda Ambon “Jong Ambon”, ada Pemuda Timor “Jong Timor” daripada “Timor Bond”, buat pertama kali diadakan “Pemuda Indonesia” dan saya mengucap syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa, bahwa sayalah ikut aktif di dalam mendirikan Pemuda Indonesia ini. Kemudian saya aktif di dalam hidup politik.

Kemudian, sebagai Saudara-saudara tahu, gedung ini ditempati oleh wakil-wakil daripada 1600 juta rakyat untuk Konferensi Asia-Afrika, sehingga sebenarnya gedung ini sudah harus menghikmati kepada Saudara-saudara. Ini hari pula, saya berdiri disini di hadapan pemuda-pemudi Indonesia, disaksikan oleh seluruh dunia, yang wakil-wakilnya duduk disana, dunia Barat maupun dunia Timur, baik dunia yang masuk di dalam blok Amerika, maupun dunia yang masuk di dalam blok Sovyet. Sekarang ini Saudara-saudara bersidang dengan diawasi oleh seluruh dunia. Maka karenanya, saya minta benar-benar, Saudara-saudara harus benar-benar membuat kongres ini satu kongres yang berhasil. Jangan seperti sebagai yang tadi dikatakan oleh Saudara Roeslan Abdulgani, kongres ini menjadi satu kongres yang tidak berhasil sebagai yang telah kita alami dengan Konstituante. Pemuda dan pemudi sekarang menunjukkan bahwa pemuda dan pemudi bisa mengadakan satu kongres yang membawa seluruh pemuda dan pemudi Indonesia kepada penyelenggaraan Manifesto Politik.

Saudara-saudara tahu penyelenggaraan Manifesto Politik. Untuk itu akan diadakan Front Nasional. Bukan Front Nasional Pembebasan Irian Barat. Tidak ! Front Nasional dan di dalam Manifesto Politik itu saya katakan bahwa Front Nasional inilah yang nanti akan meng-ho-lo-pis-kuntuk-baris-kan seluruh rakyat Indonesia agar supaya terlaksanalah apa yang dicita-citakan oleh Manifesto Politik khususnya, umumnya oleh amanat penderitaan daripada rakyat Indonesia. Ya, pikiran saya di dalam Front Nasional itu nanti ada satu bagian Front Pemuda, Front Pemuda sebagai fungsional.

Dus, saya ulangi lagi: diadakan Front Nasional peng-ho-lo-pis-kuntul-baris-kann seluruh rakyat Indonesia untuk menyelenggarakan tiga kerangka, untuk menyelenggarakan lima hal yang tercantum di dalam Manifesto Politik. Di dalam Front Nasional ini Saudara-saudara, satu bagiannya ialah Front Pemuda. Pemuda fungsional, sebagai salah satu functionaliteit. Bukan pemuda kotak, bukan alat. Satu pemuda, Front Pemuda, Front Pemuda sebagai functionaliteit.

Jikalau bisa dicapai hal yang demikian itu, Front Pemuda-nya ini di dalam kongres ini, dan hasil daripada kongres ini dibawa kepada saya, maka nanti, Front Pemuda yang dibentuk di dalam kongres ini, yang hanya dengan pegangan seperti yang tadi saya katakan itu nanti dimasukkan di dalam Front Nasional yang pada saat sekarang itu. Malahan saya mengharap agar supaya nanti jikalau saya sudah mengangkat anggota-anggota resmi daripada Panitia Persiapan Front Nasional ini, di antara deretan nama anggota-anggota daripada Panitia Persiapan Front Nasional ini, tercantumlah dengan gilang-gemilang, namanya seorang pemuda dan seorang pemudi.

Saya kira sudah cukup terang saya punya amanat kepada Saudara-saudara sekalian, dan sekarang atas permintaan Saudara Ketua Panitia, saya nyatakan dengan resmi, Kongres Pemuda Seluruh Indonesia dibuka.

Pidato pada pemukaan Kongres Pemuda Seluruh Indonesia

di Bandung, 15 Februari 1960.

 
Blogger Templates