PDP dan Konsep Tri Hita Karana*
Minggu, 9 Maret 2008 07:40:30
Konsep Tri Hita Karana yang ada pada masyarakat Bali sangatlah cocok untuk di kembangkan dalam kepemimpinan kolektif yang saat ini dipraktikkan Partai Demokrasi Pembaruan (PDP). Tri Hita Karana artinya tiga hubungan yang harmonis yang selalu harus di jaga. Tiga hubungan tersebut antara lain, Pawongan atau hubungan manusia dengan manusia. Palemahana atau hubungan manusia dengan alam. Parahyangan yang berarti hubungan manusia dengan Tuhan
Hubungan kita dengan orang lain dalam hidup bermasyarakat haruslah selalu terjalin dengan baik, dimana dalam konsep kehidupan di Bali biasanya diatur dalam suatu undang-undang yang disebut dengan awig-awig. Dalam pelaksanaannya dilakukan oleh bendesa adat untuk lingkup desa pekraman dan kepala dusun atau kepala desa untuk hubungan kedinasan. Untuk hubungan kita dengan alam, diharapkan kita bisa untuk melestarikan dan menjaga alam semesta ini.
Sedangkan hubungan manusia dengan Tuhan itu berdasarkan atas persembahan kepada Tuhan lewat tatwa, susila dan upacara yang dipimpin oleh para sulinggih atau pendeta. Jadi masing-masing pemimpin tersebut mempunyai tugas masing-masing dan secara bersama-sama bertanggung jawab kepada masyarakat di lingkup desa pekraman tersebut.
Mengacu pada konsep tersebut di atas kalau kita lihat sistem kepemimpinan yang ada di PDP yang memakai kepemimpinan kolektif sangatlah cocok, karena setiap pengurus diharapkan bisa menjaga hubungan antar sesama, menjaga hubungan dengan wilayah atau tempat mereka berada serta selalu berdoa dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam kepemimpinan kolektif harmonisasi hubungan, kerja sama, gotong royong antar pengurus harus selalu dijaga dengan tetap menjunjung tinggi moralitas dan spiritualitas, sehingga semua merasa bekerja untuk kebesaran partai bukan untuk pribadi atau satu kelompok. Pengurus yang selalu angkuh dan melihat dirinya paling berperan atau menentukan dalam kepengurusan kolektif akan selalu menjadi racun, sehingga mengakibatkan hancurnya kepengurusan kolektif tersebut.
Oleh karena itu, marilah kita belajar memraktikkan konsep kepemimpinan kolektif ini yang tak lain bersumber dari jati diri bangsa kita sendiri. Konsep ini sudah ribuan tahun dipraktikkan, namun kini sudah mulai kehilangan ruhnya karena kita sendiri yang mengabaikannya. Padahal, konsep ini dirasakan paling pas dan cocok untuk membawa bangsa ini ke alam demokrasi yang sesungguhnya.
*I Made Wijaya, S.Kom, Pengurus PKK PDP Klungkung, Bali