Pages

Saturday, July 09, 2011

Sejarah Pasukan Elite Khusus Republik Indonesia

1. KOPASSUS

Komando Pasukan Khusus yang disingkat menjadi Kopassus adalah bagian dari Bala Pertahanan Pusat yang dimiliki oleh TNI Angkatan Darat yang memiliki kemampuan khusus seperti bergerak cepat di setiap medan, menembak dengan tepat, pengintaian, dan anti teror.
Dalam perjalanan sejarahnya, Kopassus berhasil mengukuhkan keberadaannya sebagai pasukan khusus yang mampu menangani tugas-tugas yang berat. Beberapa operasi yang dilakukan oleh Kopassus diantaranya adalah operasi penumpasan DI/TII, operasi militer PRRI/Permesta, Operasi Trikora, Operasi Dwikora, penumpasan G30S/PKI, Pepera di Irian Barat, Operasi Seroja di Timor Timur, operasi pembebasan sandera di Bandara Don Muang-Thailand (Woyla), Operasi GPK di Aceh, operasi pembebasan sandera di Mapenduma, serta berbagai operasi militer lainnya.

Prajurit Kopassus dapat mudah dikenali dengan baret merah yang disandangnya, sehingga pasukan ini sering disebut sebagai pasukan baret merah. Kopassus memiliki moto Berani, Benar, Berhasil.

Sejarah Kopassus
Kesko TT III/Siliwangi

Pada tanggal 15 April 1952, Kolonel A.E. Kawilarang mendirikan Kesatuan Komando Tentara Territorium III/Siliwangi (Kesko TT). Ide pembentukan kesatuan komando ini berasal dari pengalamannya menumpas gerakan Republik Maluku Selatan (RMS) di Maluku. Saat itu A.E. Kawilarang bersama Letkol Slamet Riyadi
(Brigjen Anumerta) merasa kesulitan menghadapi pasukan komando RMS. A.E. Kawilarang bercita-cita untuk mendirikan pasukan komando yang dapat bergerak tangkas dan cepat.

Komandan pertama saat itu adalah Idjon Djanbi. Idjon Djanbi adalah mantan kapten KNIL Belanda kelahiran Kanada, yang memiliki nama asli Kapten Rokus Bernardus Visser. Pada tanggal 9 Februari 1953, Kesko TT dialihkan dari Siliwangi dan langsung berada di bawah Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD).

KKAD
Pada tanggal 18 Maret 1953 Mabes ABRI mengambil alih dari komando Siliwangi dan kemudian mengubah namanya menjadi Korps Komando Angkatan Darat (KKAD).

RPKAD
Tanggal 25 Juli 1955 organisasi KKAD ditingkatkan menjadi Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD), yang tetap dipimpin oleh Mochamad Idjon Djanbi.

Tahun 1959 unsur-unsur tempur dipindahkan ke Cijantung, di timur Jakarta. Dan pada tahun 1959 itu pula Kepanjangan RPKAD diubah menjadi Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD). Saat itu organisasi militer itu telah dipimpin oleh Mayor Kaharuddin Nasution.
Pada saat operasi penumpasan DI/TII, komandan pertama, Mayor Idjon Djanbi terluka, dan akhirnya digantikan oleh Mayor RE Djailani.

Puspassus AD
Pada tanggal 12 Desember 1966, RPKAD berubah pula menjadi Pusat Pasukan Khusus AD (Puspassus AD). Nama Puspassus AD ini hanya bertahan selama lima tahun. Sebenarnya hingga tahun 1963, RPKAD terdiri dari dua batalyon, yaitu batalyon 1 dan batalyon 2, kesemuanya bermarkas di Jakarta. Ketika, batalyon 1 dikerahkan ke Lumbis dan Long Bawan, saat konfrontasi dengan Malaysia, sedangkan batalyon 2 juga mengalami penderitaan juga di Kuching, Malaysia, maka komandan RPKAD saat itu, Letnan Kolonel Sarwo Edhie -karena kedekatannya dengan Panglima Angkatan Darat, Letnan Jenderal Ahmad Yani, mengusulkan 2 batalyon 'Banteng Raider' bentukan Ahmad Yani ketika memberantas DI/TII di Jawa Tengah di upgrade di Batujajar, Bandung menjadi Batalyon di RPKAD, masing-masing Batalyon 441"Banteng Raider III", Semarang ditahbiskan sebagai Batalyon 3 RPKAD di akhir tahung 1963. Menyusul kemudian Batalyon Lintas Udara 436 "Banteng Raider I", Magelang menjadi Batalyon 2 menggantikan batalyon 2 lama yang kekurangan tenaga di pertengahan 1965. Sedangkan Batalyon 454 "Banteng Raider II" tetap menjadi batalyon di bawah naungan Kodam Diponegoro. Batalyon ini kelak berpetualang di Jakarta dan terlibat tembak menembak dengan Batalyon 1 RPKAD di Hek.

Kopassandha
Tanggal 17 Februari 1971, resimen tersebut kemudian diberi nama Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha).
Dalam operasi di Timor Timur pasukan ini memainkan peran sejak awal. Mereka melakukan operasi khusus guna mendorong integrasi Timtim dengan Indonesia. Pada tanggal 7 Desember 1975, pasukan ini merupakan angkatan utama yang pertama ke Dili. Pasukan ini ditugaskan untuk mengamankan lapangan udara. Sementara Angkatan Laut dan Angkatan Udara mengamankan kota. Semenjak saat itu peran pasukan ini terus berlanjut dan membentuk sebagian dari kekuatan udara yang bergerak (mobile) untuk memburu tokoh Fretilin, Nicolaus Lobato pada Desember 1978. Pada tahun 1992 menangkap penerus Lobato, Xanana Gusmao, yang bersembunyi di Dili bersama pendukungnya.


Kopassus
Dengan adanya reorganisasi di tubuh ABRI, sejak tanggal 26 Desember 1986, nama Kopassandha berubah menjadi Komando Pasukan Khusus yang lebih terkenal dengan nama Kopassus hingga kini.
ABRI selanjutnya melakukan penataan kembali terhadap grup di kesatuan Kopassus. Sehingga wadah kesatuan dan pendidikan digabungkan menjadi Grup 1, Grup 2, Grup 3/Pusdik Pasuss, serta Detasemen 81.
Sejak tanggal 25 Juni 1996 Kopasuss melakukan reorganisasi dan pengembangan grup dari tiga Grup menjadi lima Grup.
• Grup 1/Parakomando — berlokasi di Serang, Banten
• Grup 2/Parakomando — berlokasi di Kartasura, Jawa Tengah
• Grup 3/Pusat Pendidikan Pasukan Khusus — berlokasi di Batujajar, Jawa Barat
• Grup 4/Sandhi Yudha — berlokasi di Cijantung, Jakarta Timur
• Grup 5/Anti Teror — berlokasi di Cijantung, Jakarta Timur
Detasemen 81, unit anti teroris Kopassus, ditiadakan dan diintegrasikan ke grup-grup tadi. Sebutan bagi pemimpin Kopassus juga ditingkatkan dari Komandan Kopassus yang berpangkat Brigjen menjadi Komandan Jendral (Danjen) Kopassus yang berpangkat Mayjen bersamaan dengan reorganisasi ini.

Struktur Satuan Kopassus
Perbedaan struktur dengan satuan infanteri lain

Struktur organisasi Kopassus berbeda dengan satuan infanteri pada umumnya. Meski dari segi korps, para anggota Kopassus pada umumnya berasal dari Korps Infanteri, namun sesuai dengan sifatnya yang khusus, maka Kopassus menciptakan strukturnya sendiri, yang berbeda dengan satuan infanteri lainnya.
Kopassus sengaja untuk tidak terikat pada ukuran umum satuan infanteri, hal ini tampak pada satuan mereka yang disebut Grup. Penggunaan istilah Grup bertujuan agar satuan yang dimiliki mereka terhindar dari standar ukuran satuan infanteri pada umumnya (misalnya Brigade). Dengan satuan ini, Kopassus dapat fleksibel dalam menentukan jumlah personel, bisa lebih banyak dari ukuran brigade (sekitar 5000 personel), atau lebih sedikit.


Lima Grup Kopassus

Secara garis besar satuan dalam Kopassus dibagi dalam lima Grup, yaitu:
• Grup 1/Para Komando — berlokasi di Serang, Banten
• Grup 2/Para Komando — berlokasi di Kartasura, Jawa Tengah
• Pusat Pendidikan Pasukan Khusus — berlokasi di Batujajar, Jawa Barat
• Grup 3/Sandhi Yudha — berlokasi di Cijantung, Jakarta Timur
• Satuan 81/Penanggulangan Teror — berlokasi di Cijantung, Jakarta Timur

Kecuali Pusdikpassus, yang berfungsi sebagai pusat pendidikan, Grup-Grup lain memiliki fungsi operasional (tempur). Dengan demikian struktur Pusdikpassus berbeda dengan Grup-Grup lainnya. Masing-masing Grup (kecuali Pusdikpassus), dibagi lagi dalam batalyon, misalnya: Yon 11 dan 12 (dari Grup 1), serta Grup 21 dan 22 (dari Grup 2).

Jumlah personel
Karena Kopassus merupakan pasukan khusus, maka dalam melaksanakan operasi tempur, jumlah personel yang terlibat relatif sedikit, tidak sebanyak jumlah personel infanteri biasa, dengan kata lain tidak menggunakan ukuran konvensional mulai dari peleton hingga batalyon. Kopassus jarang sekali (mungkin tidak pernah) melakukan operasi dengan melibatkan kekuatan satu batalyon sekaligus.

Istilah di kesatuan
Karena berbeda dengan satuan pada umumnya, satuan di bawah batalyon bukan disebut kompi, tetapi detasemen, unit atau tim. Kopassus jarang melibatkan personel yang banyak dalam suatu operasi. Supaya tidak terikat dengan ukuran baku pada kompi atau peleton, maka Kopassus perlu memiliki sebutan tersendiri bagi satuannya, agar lebih fleksibel.
Pangkat komandan
• Komandan Grup berpangkat Kolonel,
• Komandan Batalyon berpangkat Letnan Kolonel,
• Komandan Detasemen, Tim, Unit, atau Satuan Tugas Khusus, adalah perwira yang pangkatnya disesuaikan dengan beban tugasnya (mulai Letnan sampai Mayor).



Grup 1/Para Komando
Grup 1/Para Komando adalah satuan setingkat Brigade, yang merupakan bagian dari Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat dan didirikan pada tanggal 23 Maret 1963. Grup ini bermarkas di Serang, Banten, dengan Komandan Grup pertama kali adalah Mayor L.B. Moerdani. Dhuaja yang digunakan adalah Eka Wastu Baladhika, yang diciptakan oleh Kopral Satu Suyanto. Komandan saat ini adalah Kolonel Inf. Teddy Lhaksmana, dengan jumlah personil sebanyak 1.274 orang.

Sejarah
Garis waktu
• 23 Maret 1963, Batalyon 1 Para Komando diresmikan
• 1964, Mayor Inf. L.B. Moerdani digantikan oleh Mayor Inf. C.I. Santosa
• 1967, penyebutan batalyon diganti menjadi grup yang setingkat brigade.
• 1967, Dhuaja Grup 1 Eka Wastu Baladika diciptakan oleh Koptu Suyanto
• 1969, Kopassandha mulai melakukan latihan gabungan dengan angkatan lain
• 1974, Suksesi dari angkatan 45 ke generasi akademi, ada isu Kopassandha bakal dihapus
• 1978-1983, Komandan Grup terlama dipegang oleh Letkol Inf. Wismoyo Arismunandar
• 1981, Grup 1 dipindahkan dari Cijantung ke Serang
• 1983, Denpur 11 menyusul ke Serang
• 1986, Regrouping dari 1.736 orang menjadi 981 orang. Regrouping melahirkan dua batalyon.
• 1 Juli 1996, Batalyon ketiga terbentuk
• 14 Februari 2004, Kolonel Inf. Teddy Lhaksmana menjadi komandan Grup ke-17 atau ke-19 jika dihitung dari era batalyon.

Awal berdiri
Sejarahnya diawali pembentukan Batalyon 1 RPKAD pada tanggal 23 Maret 1963 dengan komandan Mayor L.B. Moerdani. Pada tahun 1967 istilah batalyon diganti dengan grup yang berkekuatan setingkat brigade dan mulai mengunakan dhuaja .

Pada tahun 1996 diregrouping dari 3 detasemen menjadi 2 batalyon dan pada tahun itu juga dibentuk Batalyon 13 untuk melengkapi agar grup terdiri dari 3 batalyon.

Anggota pasukan yang gugur
Jumlah anggota Grup 1 yang gugur sebanyak 120 orang dari sembilan medan tugas, dengan rincian sebagai berikut:
1. Operasi Timor Timur : 66 orang
2. Operasi Dwikora di Kalimantan : 21 orang
3. Operasi Tumpas di Sulawesi Selatan : 4 orang
4. G30S/PKI : 5 orang
5. Operasi PGRS/Paraku : 2 orang
6. Operasi Wibawa di Irian : 5 orang
7. Operasi Aceh (1991-2004) : 15 orang
8. Operasi Tergabung Garuda 12 di Kamboja : 1 orang
9. Operasi Maluku dan Maluku Utara : 1 orang

Organisasi pasukan
Kekuatan Grup 1/Para Komando terdiri dari 1.274 personel dalam tiga batalyon tempur yaitu:
1. Batalyon 11/Astu Seno Baladhika
2. Batalyon 12/Asabha Seno Baladhika
3. Batalyon 13/Thikkaviro Seno Baladhika
Setiap batalyon terdiri dari 3 kompi. Setiap kompi dipecah lagi menjadi 3 peleton, yang masing-masing peleton beranggotan 39 orang. Dan setiap peleton terdiri dari 3 unit kecil yang disebut regu berkekuatan 10 orang.
Regu

Setiap regu hanya berkekuatan 10 orang, yang dipimpin oleh seorang bintara, dimana masing-masing orang memiliki keahlian masing-masing. Komposisi regu terdiri dari :
1. Komandan Regu (Danru),
2. Wakil Komandan Regu (Wadanru),
3. Penembak senapan 1
4. Penembak senapan 2,
5. Bintara Zeni Demolisi,
6. Tamtama Perhubungan,
7. Tamtama Kesehatan,
8. Penembak Senapan Mesin Ringan Ultimax 100,
9. Penembak senapan 3/Pembantu penembak Senapan Mesin Ringan, dan
10. Penembak senapan 4.

Komandan Grup 1
Diantara mereka yang pernah menjabat Komandan Grup 1/Para Komando adalah:
1. Mayor Inf. L.B. Moerdani, 1963-1964
2. Mayor Inf. C.I. Santosa, 1964-1967
3. Letkol Inf. S. Soekoso
4. Kolonel Inf. H.H. Djajadiningrat
5. Letkol Inf. Samsudin (Atekad 1960)
6. Letkol Inf. Soegito, 1975-1978
7. Letkol Inf. Wismoyo Arismunandar, 1978-1983
8. Kolonel Inf. Teddy Lhaksmana, 2004-sekarang

Persenjataan
Saat ini Grup 1/Para Komando memiliki persenjataan yang ringan dibawa tetapi efektif, jenis yang digunakan adalah:
1. Senapan Serbu 1 buatan Pindad
2. Pelontar Granat SPG-1 kaliber 40 mm
3. Pistol SiG Sauer P226 untuk komandan kompi ke atas, dan Pistol P1 buatan Pindad untuk di bawahnya.
4. Night Vission Goggles (NVG)
5. Shotgun MOD M3 Super 90
6. Sniper Accuracy International 7,62 mm
7. Sniper Galil 7,62 mm
8. Senapan Mesin Ultimax 100.[1]


Grup 2/Para Komando
Grup 2 Kopassus/Para Komando adalah satuan setingkat Brigade, yang merupakan bagian dari Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat dan didirikan pada tahun 1962. Grup ini bermarkas di Kartasura, Sukoharjo, dengan Komandan Grup pertama kali adalah Mayor Inf Sugiarto .
Dhuaja yang digunakan adalah Dwi Dharma Bhirawa Yudha, dengan lambang Naga Terbang yang bermakna Satuan kedua dari Komando Pasukan Khusus yang selalu siap sedia berjuang membela negara dan bangsa dengan gagah berani dan selalu jaya dalam setiap pertempuran.
Komandan saat ini adalah Kolonel Inf. Asep Subarkah Yusuf lulusan Akademi Militer tahun 1984, dengan jumlah personil sebanyak 1.459 orang. Kasi Ops Kapten Inf Suwondo.
Grup 2 terdiri dari :
• Batalyon 21 dan Batalyon 22 yang bermarkas di Kartasura, Jawa Tengah,
• Batalyon 23 bermarkas di Parung, Bogor.


Pusat Pendidikan Pasukan Khusus
Pusat Pendidikan Pasukan Khusus atau disingkat Pusdikpassus adalah sekolah awal untuk melatih pasukan para komando, khususnya yang akan bergabung ke Kopassus. Pusdik ini bermarkas di Batujajar, Jawa Barat.
Sebagai lembaga pendidikan, Pusdikpassus dibagi berdasarkan fungsi pelatihannya. Secara garis besar, ada tiga kejuruan utama, yaitu:
1. Para,
2. Komando dan
3. Sandi Yudha.
Lembaga pendidikan ini menyediakan kursus-kursus spesialis lain, yang juga terbuka bagi anggota Angkatan Darat di luar Kopassus seperti: Kompi Pemburu, Scuba, Daki Serbu, Demolisi, Pandu Udara (Path Finder), dan Penembak Runduk (Sniper).


Grup 3/Sandhi Yudha
Grup 3/Sandhi Yudha adalah satuan Kopassus yang bertugas sebagai intelijen di medan pertempuran yang dibentuk pada tanggal 24 Juli 1967. Grup 3/Sandhi Yudha ini bermarkas di Markas Komando Cijantung, Jakarta Timur. Calon Personil di Grup ini diseleksi sangat ketat di internal mulai dari calon prajurit yang masih pendidikan hingga personil yang sudah bertugas aktif di kesatuan tetapi punya bakat intelijen yang kemudian akan dilatih lagi.
Pelatihan yang dilakukan

Dasar latihannya sama dengan Prajurit Kopassus lainnya yaitu Kursus Para (2,5 bulan), Sekolah Komando (6 bulan) ditambah kursus lainnya seperti PH (Perang Hutan), PJD (Perang Jarak Dekat), Spursus (Sekolah tempur khusus), Dakibu (Pendaki Serbu) tetapi setelah itu para calon intel tempur ini dididik lebih khusus lagi yaitu pendidikan Sandhi Yudha di Pusdik Passus, Batujajar, Bandung yang materi pendidikannya adalah intelijen dan pengetahuan pendukung untuk intelijensia di medan operasi seperti penyamaran, navigasi, bela diri khusus, penggunaan alat-alat khusus intelijen dan lain-lain. Bahkan beberapa personil terpilih dari Grup ini dikirim lagi untuk sekolah ke Pusat Pendidikan Intelijen Militer di luar negeri seperti Amerika Serikat, Jerman, Inggris bahkan Israel. Diantara seluruh jenis prajurit di Kopassus yang paling spesifik pendidikannya adalah prajurit di Grup 3/Sandhi Yudha.

Operasi lapangan
Biasanya dalam prosedur tetap operasi di lapangan sebelum Grup Parakomando atau Grup Anti teror digelar ke medan operasi, personil dari Grup Sandhi Yudha ditugaskan terlebih dahulu sebagai intel tempur untuk mengumpulkan informasi intelijen dari lapangan. Selain digunakan secara internal oleh Kopassus. Prajurit-prajurit sandhi yudha ini juga sering di BKO-kan ke Kodam-kodam atau satuan-satuan lain. Pada masa DOM di Aceh, prajurit dari grup ini banyak yang di BKO-kan di bawah Komando Penguasa Darurat Sipil dan Militer di sana, dimana mereka dibuat dalam satuan SGI (Satuan Grup Intelijen). Dalam situasi tertentu mereka ada juga yang ditugaskan sebagai freelance tanpa satuan resmi,dalam hal ini mereka akan dilengkapi dengan identitas sipil seperti KTP dan kadang-kadang punya kartu kuning pencari kerja dari Dinas Tenaga Kerja. Para freelance inilah yang punya potensi besar menjadi disertir.
Termasuk juga dalam menghadapi OPM di Papua (seperti kasus terbunuhnya Theys Hiyo Eluay), kasus penculikan aktifis di awal reformasi juga dilakoni oleh prajurit sandhi yudha yang tergabung dalam Tim Mawar. Bahkan di BIN (Badan Intelijen Negara), banyak personil operasinya alumnus dari Sandhi Yudha dan dalam tugas-tugas intelijennya masih sering memakai personil aktif dari Grup 3/Sandhi Yudha. Tetapi ada beberapa dari mereka yang bernasib sangat ironis yaitu hilang tanpa jejak di medan tugasnya atau bahkan sengaja menghilangkan diri dan dan diisukan bergabung dengan organisasi-organisasi paramiliter di pelosok-pelosok negeri ini. Masalah kurangnya kesejahteraan menjadi alasan utama para disertir ini untuk meninggalkan tugasnya,sementara organisasi-organisasi para-militer yang bermisi separatisme maupun yang berorientasi bisnis menawarkan keuntungan dari segi ekonomi buat mereka. Mereka juga sering menjadi pelaku black market di medan operasi untuk membantu kelompok yang seharusnya menjadi target operasinya.


Informasi yang diperoleh
Tetapi terlepas dari semua kasus dan isu-isu miring yang menerpa Kopassus sebagai rumahnya para Prajurit Sandhi Yudha, mereka memiliki kontribusi yang sangat signifikan khususnya dalam hal intelijen di Negeri ini. Banyak informasi dari para alumnus Sandhi Yudha maupun yang masih aktif di Grup 3 terhadap negara yang menyangkut gangguan separatisme, teroris di dalam negeri maupun peran serta bangsa lain dalam mengganggu keutuhan NKRI. Mereka bermain di belakang layar tanpa kelihatan dengan menghadapi resiko tugas yang sangat berat dan jauh dari keluarganya bahkan tidak sedikit dari pada prajurit Sandhi Yudha ini yang tidak dikenal anak kandungnya sendiri begitu pulang bertugas karena lamanya di dalam medan operasi.
Satuan yang ada di bawah Grup 3
1. Batalyon 31/Eka Sandhi Yudha Utama
2. Batalyon 32/Apta Sandhi Prayudha Utama
3. Batalyon 33/Wira Sandhi Yudha Sakti


Satuan 81/Penanggulangan Teror
Sat-81 Gultor

Kekuatan - (tidak diketahui)
Persenjataan Minimi 5,56mm, MP5 9mm, Uzi 9mm, Beretta 9mm, SIG-Sauer 9mm, dan beberapa jenis lagi seperti sniper, tidak terdeteksi.
Spesialis Antibajak pesawat, perang kota, intelijen & kontra-intelijen
Dibentuk 30 Juni 1982

Satuan 81/Penanggulangan Teror atau disingkat Sat-81/Gultor adalah satuan di Kopassus yang setingkat dengan Grup, bermarkas di Cijantung, Jakarta Timur.

Sejarah berdirinya
Mengantisipasi maraknya tindakan pembajakan pesawat terbang era tahun 1970/80-an, Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) ABRI menetapkan lahirnya sebuah kesatuan baru setingkat detasemen di lingkungan Kopassandha. Pada 30 Juni 1982, muncullah Detasemen 81 (Den-81) Kopassandha dengan komandan pertama Mayor Inf. Luhut B. Panjaitan dengan wakil Kapten Inf. Prabowo Subianto. Kedua perwira tersebut dikirim untuk mengambil spesialisasi penanggulangan teror ke GSG-9 (Grenzschutzgruppe-9) Jerman dan sekembalinya ke Tanah Air dipercaya untuk menyeleksi dan melatih para prajurit Kopassandha yang ditunjuk ke Den-81.

Organisasi pasukan
Keinginan mendirikan Den-81 sebenarnya tidak terlepas dari peristiwa pembajakan pesawat Garuda DC-9 Woyla di Bandara Don Muang, Bangkok, 31 Maret 1981. Nah, pasukan yang berhasil membebaskan Woyla inilah yang menjadi cikal bakal anggota Den-81, dan belakangan diganti lagi jadi Satuan 81 Penanggulangan Teror (Sat-81 Gultor). Dari periode 1995¬ - 2001, Den-81 sempat dimekarkan jadi Group 5 Antiteror.
Satuan yang ada di bawah kendali Sat-81 adalah Batalyon 811 dan Batalyon 812.

Sistem rekrutmen
Secara organisatoris, Gultor langsung di bawah komando dan pengendalian Komandan Jendral Kopassus. Gultor saat ini dipimpin perwira menengah berpangkat kolonel. Proses rekrutmen prajurit Gultor dimulai sejak seorang prajurit selesai mengikuti pendidikan para dan komando di Batujajar. Dari sini, mereka akan ditempatkan di satuan tempur Grup 1 dan Grup 2, baik untuk orientasi atau mendapatkan pengalaman operasi.

Operasi Sat-81/Gultor
Sekembalinya ke markas, prajurit tadi akan ditingkatkan kemampuannya untuk melihat kemungkinan promosi penugasan ke Satuan Sandi Yudha atau Satuan Antiteror. Untuk antiteror, pendidikan dilakukan di Satuan Latihan Sekolah Pertempuran Khusus Batujajar. Operasi terakhir terbilang sukses Den-81 yaitu saat pembebasan 26 sandera yang ditawan GPK Kelly Kwalik di Irian Jaya pada 15 Mei 1996. Namun Operasi Woyla masih menjadi satu-satunya operasi antiteror dalam skala besar yang dijalankan TNI hingga saat ini. Tidak jelas berapa jumlah prajurit Sat-81 Gultor saat ini.




2. TONTAIPUR


Gagasan awal Tontaipur
Gagasan awal pelatihan Tontaipur ini lebih banyak ditimba dari pengalaman di lapangan dan berbagai penugasan tempur. Di situ banyak ditemukan kenyataan bahwa satuan kecil lebih efektif dalam melaksanakan manuver di lapangan. Dengan pengalaman ini maka timbulah sebuah gagasan dari Pangkostrad waktu itu, tahun 2001, Letnan Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu untuk membentuk satu pasukan kecil yang dilatih khusus dengan ketrampilan-ketrampilan tempur serta persenjataan dan perlengkapan khusus guna melaksanakan operasi tempur dengan hasil yang optimal.

Gagasan ini kemudian diwujudkan kedalam program pembentukan Taipur, yang diawali dengan penyusunan konsep latihan dan alat perlengkapan yang digunakan, hingga pelaksanaannya yang dilakukan secara tahap demi tahap. Dalam latihan pembentukan Taipur juga digagas tentang materi pelatihannya, yang antara lain menyangkut berbagai taktik tempur diajarkan, selain kemampuan satuan kecil, maupun kemampuan perorangan. Materi-maateri ini harus dilatihkan untuk mengasah dan membentuk sosok prajurit yang mempunyai keterampilan, taktik, teknik, dedikasi, kesemaptaan jasmani serta mentalitas handal, yang memang merupakan syarat mutlak bagi seorang prajurit Taipur.

Gagasan ini tentu juga disandingkan dengan kondisi faktual, bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. Karenanya sebagai satuan yang senantiasa siap digerakkan ke segala penjuru tanah air, Tontaipur harus memiliki kemampuan baik di darat, laut, maupun di udara untuk melaksanakan infiltrasi ke sasaran sebelum melaksanakan pertempuran yang menentukan.

Dan untuk melaksanakan infiltrasi dengan baik, maka Tontaipur harus dilatih oleh para pelatih khusus yang ahli di bidangnya serta berpengalaman di medan operasi sesungguhnya. Untuk materi aspek udara, Tontaipur dilatih oleh pelatih ahli dari jajaran Kostrad dan Kopassus. Sedangkan untuk materi kelautan, Tontaipur dilatih secara khusus oleh Pasukan Katak, dari Satuan Pasukan Katak TNI AL di Armada Barat.

Tak bisa dipungkiri, sesungguhnya berbagai pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa satuan yang paling banyak bermanuver pada saat penugasan operasi adalah tingkat peleton. Itulah sebabnya sehingga merekalah yang harus dibeklali berbagai kemampuan tempur. Kostrad, sebagai Bala Kekuatan Terpusat, yang setiap saat siap bergerak untuk diterjunkan kapanpun dan di manapun, mau tidak mau harus membina para prajuritnya agar memiliki kemampuan seperti itu. Tak heran ketika Letjen TNI Ryamizard menjabat sebagai Pangkostrad, gagasan itu segera bisa direalisasikan. Intinya, satuan di jajaran Kostrad harus mendidik prajuritnya memiliki kualifikasi Peleton Intai Tempur (Tontaipur), yang memang berada di brigade-brigade jajaran Kostrad.
Perlu dipahami, bahwa setiap brigade infanteri di Kostrad memiliki peleton pengamanan, yang menjadi satuan pertama melakukan manuver ke depan. Peleton Pengamanan inilah yang kemudian dilatih menjadi Ton Pam yang handal dengan pelatihan Tontaipur itu. Brigif Kostrad sengaja melatih mereka secara khusus untuk dapat menyediakan satuan intelijen tempur yang sangat handal. Mereka memang harus dilatih secara intensif sehingga memiliki kualitas yang benar-benar dapat diandalkan.

Latihan Hutan Gunung
Sebagai mata dan telinga brigade, maka Tontaipur mempunyai tugas mengumpulkan keterangan. Caranya tentu saja dengan melakukan pengintaian, penyusupan ke daerah lawan, interograsi, wawancara, mencari keterangan di daerah operasi untuk kepentingan taktis tempur. Bukan hanya itu, Tontaipur juga memiliki tugas pengamanan terhadap orang-orang penting, baik VVIP maupun VIP dari kegiaatan lawan. Mereka juga bertugas melakukan pengamanan instalasi vital dari kegiatan lawan, serta pengamanan terhadap sarana dan material. Dalam tugas ini, mereka berada dalam posisi sebagai Peleton Intai Keamanan (Tontaikam).

Mengingat tugas-tugas yang demikian inilah, maka latihan yang mereka harus lakukan bukan hanya meliputi latihan operasi tempur seperti kerjasama pesawat terbang, komunikasi tempur dan proses bantuan tempur, tetapi juga mencakup operasi psikologi, hukum humaniter dan HAM. Kerjasama pesawat terbang merupakan mata latihan penting dalam mendukung patroli tempur dan patroli pengintaian yang merupakan bagian dari perang hutan.
Latihan teknik dasar tempur bagi Tontaipur dilakukan di medan latihan Kostrad di Gunung Sanggabuana, Jawa Barat. Di area seluas 160 hektar itu mereka berlatih, termasuk materi latihan perang hutan gunung. Medan latihan itu adalah milik Yonif Linud-305/Tengkorak, yang telah digunakan sejak tahun 1990.

Di atas lahan yang demikian luas itu para prajurit Kostrad menempa diri menjadi prajurit yang handal, professional, dengan dedikasi tinggi. Berbagai fasilitas pelatihan dan sarana penunjang latihan disediakan, yang setiap saat siap digunakan untuk menyelenggarakan latihan bagi para prajurit tanpa ada kekhawatiran mengganggu milik masyarakat, merusak lingkungan atau tuntutan ganti rugi. Sebab areal itu adalah milik Kostrad.

Secara mudah kita akan menemukan para prajurit ini berlatih di medan yang sesungguhnya. Di Gunung Sanggabuana ini, yang masih berupa gunung, hutan, dan sungai memang sangat ideal untuk latihan patroli, mountaneering, menembak curam, terjal, membaca jejak, mengenal jebakan ranjau darat maupun jebakan tradisional, jungle survival dan mata latihan lainnya yang erat kaitannya dengan perang hutan. Khusus untuk latihan jungle survival, di hutan tropis Jawa Barat, paling sedikit diketahui terdapat 130 jenis tumbuhan yang daun, batang, kulit kayu maupun akarnya dapat dimanfaatkan untuk bertahan hidup di hutan.

Medan latihan Gunung Sangga Buana ini merupakan aset yang sangat berharga sebagai sarana penunjang dalam membina kesiapan operasional satuan jajaran Kostrad melalui latihan. Para prajurit Tontaipur itu melaksanakan latihan selama 4 bulan untuk mengasah kemampuan tempur hutan gunung.
Latihan Intelijen Aspek Laut
Latihan intelijen aspek laut ditempuh oleh para prajurit Tontaipur di Satuan Pasukan Katak TNI AL. Misalnya tentang teknik tempur bawah air, yang juga diajarkan dengan menggunakan fasilitas Kopaska . Di sini pun sebenarnya mereka masih disaring untuk memenuhi persyaratan toleransi fisik penyelaman. Uji toleransi dilakukan di decompression chamber RSAL. Toleransi fisik diuji dalam ruang udara bertekanan tinggi dengan simulasi penyelaman pada kedalaman 20 meter di bawah permukaan laut.

Di Kopaska, Tontaipur mendapat pembekalan teknik tempur bawah air selama empat minggu oleh para instruktur yang handal. Mata latihan di antaranya ialah Renang gaya bebas dan gaya katak; Renang dengan Pin dan Snorkle; Renang laut dengan perlengkapan siang dan malam; Kompas bawah air; Selam Militer; Renang Terikat; Cast and Recovery; Helly Cast; Terjun Laut; Rubber Duck; Renang Gaya gunting; Pancangan kaki p,antai; Taktik satuan kecil; Pengetahuan motor tempel; Long Range Navigation; dan Full Mision Profile. Mereka dilatih lebih dari sebulan, yakni 40 hari untuk aspek intelijen laut.

Latihan terjun laut dilakukan dengan pesawat NC-212 Skadron-600 Penerbangan TNI AL dan NC-212 Skadron-212 Skadron-2 Penerbangan TNI AD di teluk Jakarta. Penerjunan dengan mengenakan wet suit dan fins, menggunakan parasut Mc1.1B dan parasut cadangan T-7A. Pendaratan laut dilakukan dengan cara cut away pada ketinggian antara lima sampai tiga meter di atas permukaan laut. Tontaipur dipersenjatai dengan senapan serbu buatan Bulgaria masing-masing AK-47 versi SNUP untuk perwira dan bintara serta AK-47 versi SN untuk tamtama. Sebagian AK-47SN dilengkapi dengan pelontar granat 40mm jenis PG-40.

Senjata itu ditempatkan dalam rubber duck Avon W-400 yang diterjunkan dengan dua cargochute PG-1336. Setelah rubber duck diterjunkan melalui ramp door, maka kelompok Tontaipur segera menyusul terjun dengan penerjunan statik. Jumlah anggota tim maupun jenis senjata yang digunakan, ditentukan sesuai dengan kebutuhan tugas yang akan dileksanakan. Penyusupan mendekati sasaran dapat dilakukan dengan jalan penerjunan dari pesawat bersayap tetap, heli cast, atau disusupkan ke pantai dengan perahu karet yang diturunkan dari kapan perang maupun kapal selam.

Latihan tahap ketiga adalah latihan Sandi Yudha. Latihan ini biasanya dilaksanakan di Pusat Pendidikan Pasukan Khusus (Pusdik Passus) Batujajar, Bandung, Jawa Barat. Waktunya juga selama 40 hari. Materi latihan cukup padat, yang harus ditempuh juga oleh prajurit Tontaipur. Materi latihan itu adalah : Penyelidikan (Interogasi, Wawancara, KODO, Elisitasi, dan Matbar). Pengamanan (Pengamanan Personel, Pengamanan berita, Pengamanan Materiil, Pengamanan Instalasi, dan Pengamanan Kegiatan). Penggalangan, Administrasi Intelijen, Teknik Cover, Komunikasi Rahasia, dan Safe House. Sedangkan latihan tahap ke empat, yakni tahap aplikasi, yang merupakan aplikasi dari seluruh rangkaian kegiatan latihan yang pernah dilatihkan. Latihan ini juga menggunakan areal latiihan baik di Sanggabuana, Cianjur, Cariu, Purwakarta dan kembali lagi ke Sanggabuana. Waktunya cukup lama, yakni selama 1 bulan. Materi latihan yang harus ditempuh antara lain: Intelijen, jumpa tempur, Patroli Pantai, Patroli Pemburu, dan lainnya.

Perjalanan latihan yang dilalui oleh para prajurit itu tidak otomatis mulus. Mereka yang tidak mampu menempuh pelatihan-pelatihan yang demikian padat itu, juga tidak akan diberi kualifikasi sebagai prajurit Tontaipur. Karenanya bisa dikatakan, bahwa penyaringan demi penyaringan untuk menjadi prajurit Tontaipur memang sangat berat. Misalnya, pada pelatihan Taipur 1, dari 105 personel yang mengikuti latihan, hanya 97 yang dinyatakan lulus. Pada pelatiihan Taipur II, dari 110 personel yang mengikuti kegiatan latihan, hanya 87 dinyatakan lulus.Pelatihan Taipur III, dari 72 personel yang mengikuti kegiatan latihan, yang dinyatakan lulus sebanyak 65 orang. Dan seterusnya, hal ini menunjukkan betapa tidak mudahnya melewati pelatihan sebagai Tontaipur.

Atribut Taipur
Untuk mengenali prajurit Tontaipur tidaklah terlalu sulit. Atributnya memiliki ciri khas, yang sangat membedakan dengan prajurit Kostrad atau TNI AD lainnya. Mereka umumnya menggunakan pakaian seragam hitam-hitam, dengan lambang perisai. Maknanya adalah :

Bentuk dasar Perisai.
Melambangkan bahwa Ton Taipur merupakan pelindung Negara Kesatuan Republik Indonesia dari segala bentuk ancaman baik yang datang dari Dalam maupun Luar Negeri yang dapat mengganggu stabilitas Nasional.

Warna Dasar Hijau.
Mengandung arti bahwa Ton Taipur merupakan bagian dari TNI Angkatan Darat.

Bendera Merah Putih Melintang.
Mengandung arti bahwa dalam dada Prajurit Taipur selalu tertanam jiwa Merah Putih dan senantiasa siap mempertahankan kedaulatan negara.

Pisau.
Melambangkan keberanian prajurit Taipur yang tidak gentar dalam menghadapi berbagai uji dan coba.

Anak Panah Melintang.
Mengandung arti kecepatan dalam melaksanakan tugas yang diberikan.

Tulisan Cepat Tepat Tuntas.
Mengandung arti bahwa Ton Taipur Cepat dalam bertindak, Tepat pada sasaran dan Tuntas dalam melaksanakan berbagai tugas .

Baju Hitam Tempur.
Baju hitam Taipur dikenakanpada saat even-even khusus, baik yang sifatnya protokoler ataupun penugasan yang sifatnya rahasia, pertempuran jarak dekat ataupun aksi khusus.

Lambang Merah Putih Pada Lengan Kanan Baju PDL.
Mengandung arti bahwa semangat pengabdian untuk menegakkan dan mempertahankan kedaulatan bangsa, siap sedia dalam mempertahankan setiapjengkal wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. REGU PANDU TEMPUR


Regu Pandu Tempur dahulunya bernama Regu Penyelidikan Lapangan Marinir. Anggota Regu Pandu Marinir terdiri dari Bintara dan Tamtama Marinir yang lulus seleksi yang cukup ketat di masing-masing Batalyon meliputi intelijensi, mental dan juga fisik. Mereka berlatih di Puslatpur Marinir Antralina, Sukabumi, Jawa Barat.

Selama satu minggu para peserta latihan telah melaksanakan beberapa problem medan tempur, seperti: Taktik Operasi Darat meliputi Patroli Penyelidik, Patroli Tempur dan juga kontak drill. Selain itu, mereka juga telah melaksanakan materi PBP (Peraturan Bertempur Perorangan) yang meliputi merayap, merangkak, berguling, lempar granat, serta lempar pisau dan kapak. Pengetahuan medan seperti: IMMP (Ilmu Medan Membaca Peta) & GPS (Global Processing System) meliputi pengenalan tanda-tanda peta, penunjukan tempat/ koordinat, pembagian dan pemberian nomor peta topograpi.
Memasuki minggu kedua materi yang diajarkan meliputi materi samaran, perlindungan, melacak jejak, & montenering, ketrampilan menembak TTO/TTD & Runduk. Tidak ketinggalan Rupanpur Marinir dibekali pengetahuan khusus seperti pandu para, mobud, demolisi, sabotase, penculikan, ketahanan interogasi, dan escape (teknik meloloskan diri) serta problem Renang, Cross Country, Halang Rintang, dan Speed Mars.


4. BATALYON INTAI AMFIBI


Batalyon intai amfibi atau disingkat YonTaifib adalah satuan elit dalam Korps Marinir seperti halnya Kopassus dalam jajaran TNI Angkatan Darat. Dahulunya satuan ini dikenal dengan nama KIPAM (Komando Intai Para Amfibi). Untuk menjadi anggota YonTaifib, calon diseleksi dari prajurit marinir yang memenuhi persyaratan mental, fisik, kesehatan, dan telah berdinas aktif minimal dua tahun. Salah satu program latihan bagi siswa pendidikan intai amfibi, adalah berenang dalam kondisi tangan dan kaki terikat, sejauh 3 km. Dari satuan ini kemudian direkrut lagi prajurit terbaik untuk masuk kedalam Detasemen Jala Mengkara, pasukan elitnya TNI Angkatan Laut.

Sejarah
Sejak berdirinya KKO AL setiap penugasan dirasakan perlunya data-data intelejen, serta pasukan khusus yang terlatih dan mampu melaksanakan kegiatan khusus yang tidak dapat dikerjakan oleh satuan biasa dalam rangka keberhasilan tugas. Menjawab kebutuhan tersebut, pada tanggal 13 Maret 1961 berdasarkan Surat Keputusan (SK) Komandan KKO AL No.47/KP/KKO/1961 tanggal 13 Maret 1961, tentang pembentukan KIPAM. Pada tanggal 13 Maret 1961, KIPAM berdiri dibawah Yon Markas Posko Armatim - I, para perintis berdirinya KIPAM adalah Bapak Sumardi, Bapak Untung Suratman, Bapak Moelranto Wiryohuboyo, dan Bapak Ali Abdullah. Pada tanggal 25 Juli 1970 KIPAM berubah menjadi Yon lntai Para Amfibi. Tanggal 17 November 1971 Yon lntai Para Amfibi berubah menjadi Satuan lntai Amfibi, pada akhirnya berubah menjadi Batalyon lntai Amfibi atau disingkat Yon Taifib Mar dibawah Resimen Bantuan Tempur Korps Marinir. Seiring dengan perkembangan Korps Marinir dengan peresmian Pasmar I SK Kasal No. Skep/08/111/2001 tanggal 12 Maret 2001 tentang Yon Taifib Marinir tidak lagi dibawah Resimen Bantuan Tempur Korps Marinir (Menbanpurmar), akan tetapi langsung berada dibawah Pasmar. Melihat lingkup penugasan serta kemampuannya, akhirnya Taifib secara resmi disahkan menjadi Pasukan Khusus TNI AL. Hal ini sesuai dengan SK Kasal No. Skep/1857/XI/2003 tanggal 18 November 2003 tentang Pemberian Status Pasukan Khusus kepada Intai Amfibi Korps Marinir.

Tugas pokok
YonTaifib mempunyai tugas pokok membina dan menyediakan kekuatan serta membina kemampuan unsur-unsur amfibi maupun pengintaian darat serta tugas-tugas operasi khusus dalam rangka pelaksanaan operasi pendaratan amfibi, operasi oleh satuan tugas TNI AL atau tugas-tugas operasi lainnya.

Ciri prajurit Taifib
1. Didapatkan melalui seleksi yang ketat, berasal dari prajurit Marinir pilihan yang mempunyai kemampuan fisik prima, serta mempunyai tingkat psikologi standar Pasukan Khusus sesuai tuntutan.
2. Rasio pasukan Taifib selalu jauh lebih kecil dari pasukan biasa/reguler, karena dalam tugas-tugas khusus dituntut kecepatan, kerahasiaan yang tinggi, keakuratan, keuletan, disiplin lapangan serta keberhasilan tugas.
3. Dididik dengan ketat dan keras melalui beberapa tahap, dimana setiap tahapan yang dibuat untuk mengukur tingkat kesiapan siswa dan melanjutkan proses penggemblengan untuk menjadi calon prajurit Taifib
4. Dilatih secara khusus mengikuti program yang ketat dengan tingkat resiko yang tinggi. Hal tersebut tergambar dalam program berupa pembinaan yang keras, pembinaan mental dengan tingkat stressing yang tinggi, pembinaan berbagai keterampilan khusus yang dikondisikan seperti dalam tugas sebenarnya. Latihan-latihan tersebut meliputi kemampuan dalam aspek yang harus dilaksanakan, yaitu dilaut, darat dan udara.
5. Mempunyai kemampuan melaksanakan tugas secara berdiri sendiri, dari induk pasukan dalam artian mampu melaksanakan survival secara tim maupun perorangan, mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya dan mampu mengatasi tekanan mental didaerah penugasan, kemampuan infiltrasi dan eksfiltrasi ke atau dari daerah musuh melalui media, antara lain free fall dengan sistem HALO dan HAHO, STABO/SPIE , berenang, menyelam, serta salah satu kemampuan bawah air atau combat swimmer melalui peluncur torpedo kapal selam.

Perekrutan prajurit Taifib
1. Seleksi prajurit Taifib atas dasar sukarela dari prajurit korps marinir yang sudah mempunyai dasar tempur, yaitu pendidikan dasar kemiliteran, pendidikan keprajuritan marinir, pendidikan taktik operasi darat, pendidikan komando marinir, pendidikan menembak kualifikasi, pendidikan operasi amfibi termasuk raid amfibi, para dasar, penyelaman, dan free fall.
2. Seleksi calon siswa Taifib sangat ketat dan keras meliputi seleksi kesehatan dengan stakes I, semapta baik, berenang, psikologi, standar psikologi pasukan khusus.

Latihan prajurit Taifib

Medan latihan aspek laut meliputi selam kedalaman, selam tempur, infiltrasi bawah air, demolisi bawah air, sabotase bawah air, selam SAR, renang jarak sedang sampai dengan jarak jauh dan pengintaian hidrografi menggunakan daerah latihan pantai Pasir Putih, pantai Gatel dan pantai Banongan, adapun untuk materi menembus gelombang menggunakan daerah latihan pantai selatan yang tinggi gelombangnya mencapai rata-rata sampai dengan sepuluh meter yaitu pantai Lampon, pantai Rajeg Wesi dan sekitarnya. Kemampuan berenang di laut dengan jarak jauh yang merupakan persyaratan siswa Taifib adalah menyeberangi teluk Poncomoyo sejauh ± 12 km/7 mil. Disini para siswa Taifib dihadapkan pada kondisi laut yang mempunyai arus kuat dan gelombang yang tinggi serta jarak yang jauh dengan batas waktu yang ditentukan.

Medan latihan SAR dilaksanakan di daerah Karangtekok, Pasir Putih, G. Ringgit dan sekitarnya dengan materi latihan pencarian korban di laut, hutan, jurang, teknik evakuasi korban di darat dan aut, penyiapan HLZ, penyelamatan korban yang masih hidup, P3K atau kesehatan lapangan terbatas, disini para siswa Taifib harus mempunyai kemampuan rappeling, helly water jump, IMMP (ilmu medan membaca peta) dan P3K serta kesiapan fisik yang prima.

Aspek Udara menggunakan daerah latihan Juanda, Pasuruan, Ujung dan sekitarnya. Materi latihan yang dilaksanakan meliputi: rappeling, mobud, stabo/SPIE, helly pater jump, pandu para, air supply, para dasar, free fall, terjun statick/free fall laut, terjun diatas simulator kapal, terjun tempur statick malam hari, terjun tempur free fall malam hari dan rubber duck operation.

Pada pendidikan tahap lanjutan, materi latihan operasi gerilya dan anti gerilya (GAG) dengan metode satu pihak dikendalikan dan dipraktekkan bagaimana peran para siswa Taifib dalam melaksanakan operasi GAG yang dikondisikan seperti penugasan TNI yang berada didaerah konflik, diharapkan para siswa ada kesiapan yang baik pada saat dihadapakan pada operasi gerilya yang banyak diterapkan didaerah konflik/daerah operasi. Kemampuan sabotase terhadap sasaran-sasaran vital musuh serta kemampuan penculikan dan pembebasan VVIP, dimana tingkat stressing siswa diberikan pada setiap kesempatan, dan disini para siswa teruji saat praktek operasi gerilya dan anti gerilya.

Untuk eksfitrasi lintas darat, para siswa Taifib harus melaksanakan materi latihan lintas medan (Limed) selama tujuh hari yang harus ditempuh rata-rata 50 sampai dengan 60 km perhari, dihadapkan dengan berbagai medan yang sulit baik melintasi hutan, jurang, sungai, padang pasir, perkampungan penduduk dengan batas kemampuan dan keterampilan melaksanakan tugas dalam waktu yang ditentukan, diharapkan para siswa dapat memupuk rasa kerjasama, setiakawan dan kebersamaan.

Materi latihan pengintaian dilaksanakan untuk mendapatkan informasi musuh dan mencari sasaran strategis musuh. Para siswa Taifib melaksanakan patroli jarak jauh dan masuk menusuk daerah musuh dengan resiko yang tinggi. Para siswa dihadapkan pada kesiapan fisik, taktik dan kondisi yang berbahaya serta kejenuhan, untuk mendapatkan data intelijen dalam rangka mendukung satuan atas yang harus dilaporkan sebelum satuan yang lebih besar melaksanakan serangan secara umum.

Pada materi khusus, yaitu tawanan perang (POW) siswa Taifib dikondisikan dalam kekuasaan musuh untuk di interogasi dimana musuh ingin mengetahui kekuatan dan disposisi pasukan yang lebih besar, para siswa mendapatkan tekanan baik fisik maupun mental yang sangat berat, diharapkan kesiapan para siswa Taifib mempunyai bekal mental yang cukup apabila harus ditawan oleh musuh dengan berbagai tekanan pasukan lawan untuk tetap dapat memegang rahasia dengan baik dan tidak merugikan pasukan yang lebih besar sekalipun harus mati ditangan musuh. Dalam upaya meloloskan diri dari tawanan musuh, para siswa diajarkan bagaimana teknik meloloskan diri apabila melintas diperairan (sungai), yaitu berenang dengan kaki dan tangan terikat yang dalam istilah materi pelajaran drown proffing.

Untuk latihan infiltrasi ke daerah lawan, dilaksanakan cast dengan kapal cepat dengan kecepatan diatas 20 knot dan recovery dengan batas waktu yang sudah direncanakan secara akurat.

YonTaifib saat ini
Saat ini Yontaifib berkekuatan dua batalyon yang masing-masing berada dalam komando Pasmar I dan Pasmar II .

3. REGU PANDU TEMPUR


Regu Pandu Tempur dahulunya bernama Regu Penyelidikan Lapangan Marinir. Anggota Regu Pandu Marinir terdiri dari Bintara dan Tamtama Marinir yang lulus seleksi yang cukup ketat di masing-masing Batalyon meliputi intelijensi, mental dan juga fisik. Mereka berlatih di Puslatpur Marinir Antralina, Sukabumi, Jawa Barat.

Selama satu minggu para peserta latihan telah melaksanakan beberapa problem medan tempur, seperti: Taktik Operasi Darat meliputi Patroli Penyelidik, Patroli Tempur dan juga kontak drill. Selain itu, mereka juga telah melaksanakan materi PBP (Peraturan Bertempur Perorangan) yang meliputi merayap, merangkak, berguling, lempar granat, serta lempar pisau dan kapak. Pengetahuan medan seperti: IMMP (Ilmu Medan Membaca Peta) & GPS (Global Processing System) meliputi pengenalan tanda-tanda peta, penunjukan tempat/ koordinat, pembagian dan pemberian nomor peta topograpi.
Memasuki minggu kedua materi yang diajarkan meliputi materi samaran, perlindungan, melacak jejak, & montenering, ketrampilan menembak TTO/TTD & Runduk. Tidak ketinggalan Rupanpur Marinir dibekali pengetahuan khusus seperti pandu para, mobud, demolisi, sabotase, penculikan, ketahanan interogasi, dan escape (teknik meloloskan diri) serta problem Renang, Cross Country, Halang Rintang, dan Speed Mars.


4. BATALYON INTAI AMFIBI


Batalyon intai amfibi atau disingkat YonTaifib adalah satuan elit dalam Korps Marinir seperti halnya Kopassus dalam jajaran TNI Angkatan Darat. Dahulunya satuan ini dikenal dengan nama KIPAM (Komando Intai Para Amfibi). Untuk menjadi anggota YonTaifib, calon diseleksi dari prajurit marinir yang memenuhi persyaratan mental, fisik, kesehatan, dan telah berdinas aktif minimal dua tahun. Salah satu program latihan bagi siswa pendidikan intai amfibi, adalah berenang dalam kondisi tangan dan kaki terikat, sejauh 3 km. Dari satuan ini kemudian direkrut lagi prajurit terbaik untuk masuk kedalam Detasemen Jala Mengkara, pasukan elitnya TNI Angkatan Laut.

Sejarah
Sejak berdirinya KKO AL setiap penugasan dirasakan perlunya data-data intelejen, serta pasukan khusus yang terlatih dan mampu melaksanakan kegiatan khusus yang tidak dapat dikerjakan oleh satuan biasa dalam rangka keberhasilan tugas. Menjawab kebutuhan tersebut, pada tanggal 13 Maret 1961 berdasarkan Surat Keputusan (SK) Komandan KKO AL No.47/KP/KKO/1961 tanggal 13 Maret 1961, tentang pembentukan KIPAM. Pada tanggal 13 Maret 1961, KIPAM berdiri dibawah Yon Markas Posko Armatim - I, para perintis berdirinya KIPAM adalah Bapak Sumardi, Bapak Untung Suratman, Bapak Moelranto Wiryohuboyo, dan Bapak Ali Abdullah. Pada tanggal 25 Juli 1970 KIPAM berubah menjadi Yon lntai Para Amfibi. Tanggal 17 November 1971 Yon lntai Para Amfibi berubah menjadi Satuan lntai Amfibi, pada akhirnya berubah menjadi Batalyon lntai Amfibi atau disingkat Yon Taifib Mar dibawah Resimen Bantuan Tempur Korps Marinir. Seiring dengan perkembangan Korps Marinir dengan peresmian Pasmar I SK Kasal No. Skep/08/111/2001 tanggal 12 Maret 2001 tentang Yon Taifib Marinir tidak lagi dibawah Resimen Bantuan Tempur Korps Marinir (Menbanpurmar), akan tetapi langsung berada dibawah Pasmar. Melihat lingkup penugasan serta kemampuannya, akhirnya Taifib secara resmi disahkan menjadi Pasukan Khusus TNI AL. Hal ini sesuai dengan SK Kasal No. Skep/1857/XI/2003 tanggal 18 November 2003 tentang Pemberian Status Pasukan Khusus kepada Intai Amfibi Korps Marinir.

Tugas pokok
YonTaifib mempunyai tugas pokok membina dan menyediakan kekuatan serta membina kemampuan unsur-unsur amfibi maupun pengintaian darat serta tugas-tugas operasi khusus dalam rangka pelaksanaan operasi pendaratan amfibi, operasi oleh satuan tugas TNI AL atau tugas-tugas operasi lainnya.

Ciri prajurit Taifib
1. Didapatkan melalui seleksi yang ketat, berasal dari prajurit Marinir pilihan yang mempunyai kemampuan fisik prima, serta mempunyai tingkat psikologi standar Pasukan Khusus sesuai tuntutan.
2. Rasio pasukan Taifib selalu jauh lebih kecil dari pasukan biasa/reguler, karena dalam tugas-tugas khusus dituntut kecepatan, kerahasiaan yang tinggi, keakuratan, keuletan, disiplin lapangan serta keberhasilan tugas.
3. Dididik dengan ketat dan keras melalui beberapa tahap, dimana setiap tahapan yang dibuat untuk mengukur tingkat kesiapan siswa dan melanjutkan proses penggemblengan untuk menjadi calon prajurit Taifib
4. Dilatih secara khusus mengikuti program yang ketat dengan tingkat resiko yang tinggi. Hal tersebut tergambar dalam program berupa pembinaan yang keras, pembinaan mental dengan tingkat stressing yang tinggi, pembinaan berbagai keterampilan khusus yang dikondisikan seperti dalam tugas sebenarnya. Latihan-latihan tersebut meliputi kemampuan dalam aspek yang harus dilaksanakan, yaitu dilaut, darat dan udara.
5. Mempunyai kemampuan melaksanakan tugas secara berdiri sendiri, dari induk pasukan dalam artian mampu melaksanakan survival secara tim maupun perorangan, mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya dan mampu mengatasi tekanan mental didaerah penugasan, kemampuan infiltrasi dan eksfiltrasi ke atau dari daerah musuh melalui media, antara lain free fall dengan sistem HALO dan HAHO, STABO/SPIE , berenang, menyelam, serta salah satu kemampuan bawah air atau combat swimmer melalui peluncur torpedo kapal selam.

Perekrutan prajurit Taifib
1. Seleksi prajurit Taifib atas dasar sukarela dari prajurit korps marinir yang sudah mempunyai dasar tempur, yaitu pendidikan dasar kemiliteran, pendidikan keprajuritan marinir, pendidikan taktik operasi darat, pendidikan komando marinir, pendidikan menembak kualifikasi, pendidikan operasi amfibi termasuk raid amfibi, para dasar, penyelaman, dan free fall.
2. Seleksi calon siswa Taifib sangat ketat dan keras meliputi seleksi kesehatan dengan stakes I, semapta baik, berenang, psikologi, standar psikologi pasukan khusus.

Latihan prajurit Taifib

Medan latihan aspek laut meliputi selam kedalaman, selam tempur, infiltrasi bawah air, demolisi bawah air, sabotase bawah air, selam SAR, renang jarak sedang sampai dengan jarak jauh dan pengintaian hidrografi menggunakan daerah latihan pantai Pasir Putih, pantai Gatel dan pantai Banongan, adapun untuk materi menembus gelombang menggunakan daerah latihan pantai selatan yang tinggi gelombangnya mencapai rata-rata sampai dengan sepuluh meter yaitu pantai Lampon, pantai Rajeg Wesi dan sekitarnya. Kemampuan berenang di laut dengan jarak jauh yang merupakan persyaratan siswa Taifib adalah menyeberangi teluk Poncomoyo sejauh ± 12 km/7 mil. Disini para siswa Taifib dihadapkan pada kondisi laut yang mempunyai arus kuat dan gelombang yang tinggi serta jarak yang jauh dengan batas waktu yang ditentukan.

Medan latihan SAR dilaksanakan di daerah Karangtekok, Pasir Putih, G. Ringgit dan sekitarnya dengan materi latihan pencarian korban di laut, hutan, jurang, teknik evakuasi korban di darat dan aut, penyiapan HLZ, penyelamatan korban yang masih hidup, P3K atau kesehatan lapangan terbatas, disini para siswa Taifib harus mempunyai kemampuan rappeling, helly water jump, IMMP (ilmu medan membaca peta) dan P3K serta kesiapan fisik yang prima.

Aspek Udara menggunakan daerah latihan Juanda, Pasuruan, Ujung dan sekitarnya. Materi latihan yang dilaksanakan meliputi: rappeling, mobud, stabo/SPIE, helly pater jump, pandu para, air supply, para dasar, free fall, terjun statick/free fall laut, terjun diatas simulator kapal, terjun tempur statick malam hari, terjun tempur free fall malam hari dan rubber duck operation.

Pada pendidikan tahap lanjutan, materi latihan operasi gerilya dan anti gerilya (GAG) dengan metode satu pihak dikendalikan dan dipraktekkan bagaimana peran para siswa Taifib dalam melaksanakan operasi GAG yang dikondisikan seperti penugasan TNI yang berada didaerah konflik, diharapkan para siswa ada kesiapan yang baik pada saat dihadapakan pada operasi gerilya yang banyak diterapkan didaerah konflik/daerah operasi. Kemampuan sabotase terhadap sasaran-sasaran vital musuh serta kemampuan penculikan dan pembebasan VVIP, dimana tingkat stressing siswa diberikan pada setiap kesempatan, dan disini para siswa teruji saat praktek operasi gerilya dan anti gerilya.

Untuk eksfitrasi lintas darat, para siswa Taifib harus melaksanakan materi latihan lintas medan (Limed) selama tujuh hari yang harus ditempuh rata-rata 50 sampai dengan 60 km perhari, dihadapkan dengan berbagai medan yang sulit baik melintasi hutan, jurang, sungai, padang pasir, perkampungan penduduk dengan batas kemampuan dan keterampilan melaksanakan tugas dalam waktu yang ditentukan, diharapkan para siswa dapat memupuk rasa kerjasama, setiakawan dan kebersamaan.

Materi latihan pengintaian dilaksanakan untuk mendapatkan informasi musuh dan mencari sasaran strategis musuh. Para siswa Taifib melaksanakan patroli jarak jauh dan masuk menusuk daerah musuh dengan resiko yang tinggi. Para siswa dihadapkan pada kesiapan fisik, taktik dan kondisi yang berbahaya serta kejenuhan, untuk mendapatkan data intelijen dalam rangka mendukung satuan atas yang harus dilaporkan sebelum satuan yang lebih besar melaksanakan serangan secara umum.

Pada materi khusus, yaitu tawanan perang (POW) siswa Taifib dikondisikan dalam kekuasaan musuh untuk di interogasi dimana musuh ingin mengetahui kekuatan dan disposisi pasukan yang lebih besar, para siswa mendapatkan tekanan baik fisik maupun mental yang sangat berat, diharapkan kesiapan para siswa Taifib mempunyai bekal mental yang cukup apabila harus ditawan oleh musuh dengan berbagai tekanan pasukan lawan untuk tetap dapat memegang rahasia dengan baik dan tidak merugikan pasukan yang lebih besar sekalipun harus mati ditangan musuh. Dalam upaya meloloskan diri dari tawanan musuh, para siswa diajarkan bagaimana teknik meloloskan diri apabila melintas diperairan (sungai), yaitu berenang dengan kaki dan tangan terikat yang dalam istilah materi pelajaran drown proffing.

Untuk latihan infiltrasi ke daerah lawan, dilaksanakan cast dengan kapal cepat dengan kecepatan diatas 20 knot dan recovery dengan batas waktu yang sudah direncanakan secara akurat.

YonTaifib saat ini
Saat ini Yontaifib berkekuatan dua batalyon yang masing-masing berada dalam komando Pasmar I dan Pasmar II .

7. KORPS PASUKAN KHAS


Korps Pasukan Khas TNI Angkatan Udara (disingkat Korpaskhasau atau Paskhas atau sebutan lainnya adalah Baret Jingga), merupakan pasukan (khusus) yang dimiliki TNI-AU. Sama seperti satuan lainnya di TNI-AD dan TNI-AL, Paskhas merupakan satuan tempur darat berkemampuan tiga matra: laut, darat, udara. Hanya saja dalam operasi, tugas dan tanggungjawab, Paskhas lebih ditujukan untuk merebut dan mempertahankan pangkalan udara dari serangan musuh, untuk selanjutnya menyiapkan bagi pendaratan pesawat kawan. Kemampuan satu ini disebut Operasi Pembentukan dan Pengoperasian Pangkalan Udara Depan (OP3UD).

Motto Paskhas:
Karmaye Vadikaraste Mafalesu Kadacana,
artinya :
bekerja tanpa menghitung untung dan rugi

Sejarah
Penerjunan pasukan pertama kali

Gubernur Kalimantan Ir. Pangeran Muhammad Noor mengajukan permintaan kepada AURI agar mengirimkan pasukan payung ke Kalimantan untuk tugas : membentuk dan menyusun gerilyawan, membantu perjuangan rakyat di kalimantan, membuka stasiun radio induk untuk memungkinkan hubungan antara yogyakarta dan kalimantan, dan mengusahakan serta menyempurnakan daerah penerjunan (Dropping Zone) untuk penerjunan selanjutnya.

Tanggal 17 Oktober 1947, tiga belas orang anggota diterjunkan di Sambi, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Mereka adalah : Harry Aryadi Sumantri, Iskandar, Sersan Mayor Kosasih, F.M.Suyoto, Bahrie, J.Bitak, C.Williem, Imanuel, Mika Amirudidn, Ali Akbar, M. Dahlan, J.H.Darius dan Marawi. Kesemuanya belum pernah mendapat pendidikan secara sempurna kecuali mendapatkan pelajaran teori dan latihan di darat (Ground Training). Pasukan ini dipimpin oleh Tjilik Riwut, seorang Mayor Angkatan Darat, yang berasal dari suku Dayak kelahiran Kasongan Katingan ( Kalteng saat ini). Dia diminta oleh AURI untuk memandu sekaligus memimpin pasukan tersebut. Atas jasa-jasanya Tjilik Riwut diangkat menjadi anggota AURI dan pensiun dengan pangkat Komodor Udara.

Peristiwa Penerjunan yang dilakukan oleh ke tiga belas prajurit AURI tersebut merupakan peristiwa yang menandai lahirnya satuan tempur pasukan khas TNI Angkatan Udara. Dan sesuai keputusan MEN/PANGAU No.54 Tahun 1967, tanggal 12 Oktober 1967. Bahwa tanggal 17 Oktober 1947 ditetapkan sebagai hari jadi Komando Pasukan Gerak Cepat (KOPASGAT) yang sekarang dikenal dengan Korps Pasukan Khas TNI Angkatan Udara (KORPASKHAS).

Perubahan organisasi pasukan

Dalam perjalanan sejarahnya organisasi Korpaskhas mengalami perubahan, berawal dari kebutuhan Badan Keamanan Rakyat Udara (BKRO) untuk melindungi pangkalan udara yang direbut dari tentara Jepang terhadap serangan tentara Belanda. Setelah Indonesia merdeka sekaligus konsolidasi BKRO dibentuklah organisasi darat yaitu Pasukan Pertahanan Pangkalan (PPP) yang masih bersifat lokal. Baru pada tahun 1950, PPP dipusatkan di Jakarta dengan sebutan Air Base Defence Troop (ABDT) membawahi 8 kompi PPP.

Pada tahun 1950 diadakan sekolah terjun payung di Lanud Andir dalam rangka mempersiapkan pembentukan pasukan PARA, hasil didik dari sekolah para inilah yang kemudian disusun kompi-kompi pasukan para. Setelah terbentuk kompi-kompi pasukan para, pada bulan Februari 1952 dibentuk Pasukan Gerak Tjepat (PGT) sehingga pada tahun 1952, Pasukan TNI AU terdiri dari PPP, PGT dan PSU (Penangkis Serangan Udara).

Dalam rangka pembebasan Irian Barat, sesuai perintah MEN/PANGAU dibentuk Resimen Tim Pertempuran Pasukan Gerak Tjepat (RTP PGT) yang melingkupi seluruh pasukan di atas.

KOPPAU
Dan tanggal 15 Oktober 1962 berdasarkan Keputusan MEN / PANGAU No. 159 dibentuk Komando Pertahanan Pangkalan Angkatan Udara (KOPPAU) yang terdiri dari markas Komando berkedudukan di Bandung, Resimen PPP di Jakarta dan Resimen PGT di Bandung. Resimen PPP membawahi 5 Batalyon masing-masing di Palembang, Banjarmasin, Makassar, Biak dan Jakarta sedangkan Resimen PGT membawahi 3 Batalyon masing-masing di Bogor, Bandung dan Jakarta.

KOPASGAT
Bedasarkan hasil seminar pasukan di Bandung pada tanggal 11 s.d. 16 April 1966, sesuai dengan Keputusan MEN/PANGAU No. 45 Tahun 1966, tanggal 17 Mei 1966, KOPPAU disahkan menjadi Komando Pasukan Gerak Tjepat (KOPASGAT) yang terdiri dari 3 Resimen :

Resimen I Pasgat di Bandung, membawahi :
1. Batalyon A Pasgat di Bogor
2. Batalyon B Pasgat di Bandung

Resimen II Pasgat di Jakarta, membawahi :
1. Batalyon A Pasgat di Jakarta
2. Batalyon B Pasgat di Jakarta
3. Batalyon C Pasgat di Medan
4. Batalyon D Pasgat di Banjarmasin

Resimen III Pasgat di Surabaya, membawahi :
1. Batalyon A Pasgat di Makassar
2. Batalyon B Pasgat di Madiun
3. Batalyon C Pasgat di Surabaya
4. Batalyon D Pasgat di Biak
5. Batalyon E Pasgat di Yogyakarta

Selanjutnya bedasarkan Keputusan KASAU No. 57 Tanggal 1 Juli 1970, Resimen diganti menjadi WING.

PUSPASKHASAU
Sejalan dengan dinamika penyempurnaan organisasi dan pemantapan satuan-satuan TNI, maka berdasarkan Keputusan KASAU No. Kep/22/III/ 1985 tanggal 11 Maret 1985, Kopasgat berubah menjadi Pusat Pasukan Khas TNI Angkatan Udara (PUSPASKHASAU).

KORPASKHASAU
Seiring dengan penyempurnaan organisasi TNI dan TNI Angkatan Udara, maka tanggal 17 Juli 1997 sesuai Skep PANGAB No. SKEP/09/VII/1997, status Puspaskhas ditingkatkan dari Badan Pelaksana Pusat menjadi Komando Utama Pembinaan (Kotamabin) sehingga sebutan PUSPASKHAS berubah menjadi Korps Pasukan Khas TNI AU (KORPASKHASAU).

Organisasi pasukan
Setelah berubah status menjadi Kotamabin berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staf TNI Angkatan Udara No. SKEP/73/III/1999 tanggal 24 Maret 1999, Korpaskhas membawahi WING Paskhas (WING I, WING II, WING III), Detasemen Bravo Paskhas (Den Bravo Paskhas) dan Detasemen Kawal Protokol Paskhas

Struktur pasukan
A. Wing 1/Hardha Maruta di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, membawahi :
1. Skadron 461/Cakra Bhaskara (Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta)
2. Skadron 462/Pulanggeni (Bandara Husein Sastranegara, Bandung)
3. Skadron 465/Brajamusti (Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta)
4. Flight A Paskhas Berdiri Sendiri di Bandara Polonia, Medan.
5. Flight B Paskhas BS di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekan Baru, Riau.
6. Flight C Paskhas BS di Bandara Atang Sanjaya, Bogor.
7. Flight D Paskhas BS di Bandara El Tari, Kupang.

B. Wing 2 Paskhas di Bandara Abdul Rachman Saleh, Malang, membawahi :
1. Skadron 463 Paskhas di Bandara Iswahyudi, Madiun
2. Skadron 464/Nanggala Paskhas di Bandara Abdul Rachman Saleh, Malang
3. Skadron 466 Paskhas di Bandara Hasanuddin, Makasar
4. Flight E Paskhas BS Bandara Adi Sucipto, Yogyakarta
5. Flight F Paskhas BS (Bandara Manuhua, Biak) .

C. Wing 3 Paskhas / Pendidikan dan Latihan di Lanud Sulaiman, Kabupaten Bandung.
D. Den Bravo Paskhas di Lanud Sulaiman, Kabupaten Bandung.
E. Den Walkol Paskhas di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta.

Kekuatan pasukan
Paskhas saat ini berkekuatan 3.000 personel. Terbatasnya dukungan dana dari pemerintah memang jadi kendala untuk memodernisasi Paskhas. Dari segi persenjataan saja, prajurit Paskhas hanya mengandalkan persenjataam seperti senapan serbu SS-1 dan senapan mesin ringan Scorpion sebagai perlengkapan unit anti teroris Detasemen Bravo.

Namun begitu, rencana mengembangkan Paskhas menjadi 10 Skadron dengan jumlah personel dua kali lipat dari sekarang, tetap menjadi 'energi' bagi Paskhas untuk terus membenahi diri. Setidaknya sampai saat ini, pola penempatan Paskhas masih mengikuti pola penggelaran alutsista TNI AU, dalam hal ini pesawat terbang. Dengan kata lain, di mana ada skadron udara, di situ (idealnya) mesti ada skadron Paskhas sebagai unit pengamanan pangkalan.

Flight B Pasukan Khas Berdiri Sendiri
Flight B Paskhas TNI-AU adalah salah satu Flight Paskhas TNI-AU. Flight B Paskhas TNI-AU diresmikan pada 26 April 2005. Flight B Paskhas TNI-AU bertugas di Lanud Suryadarma, Kalijati-Subang, Jawa Barat. Flight B Paskhas TNI-AU beranggota 151 personel.

Flight C Pasukan Khas Berdiri Sendiri
Flight C Paskhas TNI-AU adalah salah satu Flight Paskhas TNI-AU. Flight C Paskhas TNI-AU bertugas di Lanud Atang Sendjaja. Flight Baret Jingga itu berada dalam Komando Wing I Korpaskhasau yang bermarkas di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta.

Flight D Pasukan Khas Berdiri Sendiri
Flight D Paskhas BS (Berdiri Sendiri) adalah salah satu dari Flight Paskhas TNI-AU yang bermarkas di Lanud El Tari, Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Flight D Paskhas BS (Berdiri Sendiri) Lanud El Tari, Kupang, Nusa Tenggara Timur diresmikan oleh Komandan Korpaskhas (Dankorpaskhas) TNI AU Marsekal Pertama TNI Putu Sulatra pada tanggal 6 April 2005 di Lanud El Tari.
Sebelumnya Flight D Paskhas BS ini merupakan unit satuan di pangkalan udara Pontianak. Flight "D" Paskhas BS di Lanud Eltari ini berkekuatan 175 personel dengan komandan flight-nya adalah Kapten Agus Triono.
Pada tanggal 20 November 2006, dilakukan serah terima Komandan Flight D Paskhas BD dari Kapten (Psk) Agus Triono kepada Kapten (Psk) Isbudiarto di Lapangan Skadron 464 Paskhas di Malang.



8. DETASEMEN BRAVO 90

Markas Mako Korpaskhasau Lanud Margahayu, Bandung
Kekuatan 124 orang
Persenjataan Glock 17, Glock 19, SIg Sauer P226, Benelli M4 Super 90, H&K MP5SD3, H&K MP5K-PDW, Colt M16A4, SIg SG552, SIG SSG-3000, SIG SHR-970, PGM HECATE II, SAR-21, Colt M4A1, Steyr AUG A1/A2
Spesialis Pengamanan alutsista udara, anti-bajak pesawat, intelijen & kontra-intelijen
Dibentuk 1990

Detasemen Bravo 90 (disingkat Den Bravo-90) terbilang pasukan khusus Indonesia yang paling muda pembentukannya. Baru dibentuk secara terbatas di lingkungan Korps Pasukan Khas TNI-AU pada 1990, Bravo berarti yang terbaik. Konsep pembentukannya merujuk kepada pemikiran Jenderal Guilio Douchet: Lebih mudah dan lebih efektif menghancurkan kekuatan udara lawan dengan cara menghancurkan pangkalan/instalasi serta alutsista-nya di darat daripada harus bertempur di udara.

Pembentukan
Dari dasar ini, Bravo 90 diarahkan menjalankan tugas intelijen dalam rangka mendukung operasi udara, menetralisir semua potensi kekuatan udara lawan serta melaksanakan operasi-operasi khusus sesuai kebijakan Panglima TNI. Saat dibentuk, Bravo diperkuat 34 prajurit;¬ 1 perwira, 3 bintara, 30 tamtama. Entah kenapa, sejak dibentuk hingga akhir 1990-an, hampir tak pernah terdengar nama Bravo. Dalam masa "vakum" itu, anggotanya dilebur ke dalam Satuan Demonstrasi dan Latihan (Satdemolat) Depodiklat Paskhas. Baru pada 9 September 1999, dilaksanakan upacara pengukuhan Detasemen Bravo dengan penyerahan tongkat komando.

Pelatihan
Prajurit Bravo diambil dari prajurit para-komando terbaik. Setiap angkatan direkrut 5-10 orang. Untuk mengasah kemampuan antiteror, latihan dilakukan di pusat latihan serbuan pesawat GMF Sat-81 Gultor, latihan infiltrasi laut dalam rangkan penyerbuan pangkalan udara lepas pantai di pusat latihan Denjaka, latihan UDT (under water demolition) di sarana latihan Kopaska, serta latihan penjinakan bahan peledak di Pusdikzi Gegana, Polri.
9. BRIGADE MOBIL


Brigade Mobil atau sering disingkat Brimob adalah unit (korps) tertua di dalam Kepolisian Republik Indonesia (Polri) karena mengawali pembentukan kepolisian Indonesia di tahun 1945. Korps ini dikenal sebagai Korps Baret Biru.

Brimob termasuk satuan elit dalam jajaran kesatuan Polri, Brimob juga juga tergolong ke dalam sebuah unit paramiliter ditinjau dari tanggung jawab dan lingkup tugas kepolisian.

Sejarah
Brimob pertama-tama terbentuk dengan nama Pasukan Polisi Istimewa. Kesatuan ini pada mulanya diberikan tugas untuk melucuti senjata tentara Jepang, melindungi kepala negara, dan mempertahankan ibukota. Brimob turut berjuang dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Di bawah pimpinan Inspektur Polisi I Moehammad Jasin, Pasukan Polisi Istimewa ini memelopori pecahnya pertempuran 10 November melawan Tentara Sekutu.

Beralih menjadi Mobrig
Pada 14 November 1946 Perdana Menteri Sutan Sjahrir membentuk Mobile Brigade (Mobrig) sebagai ganti Pasukan Polisi Istimewa. Tanggal ini ditetapkan sebagai hari jadi Korps Baret Biru. Pembentukan Mobrig ini dimaksudkan Sjahrir sebagai perangkat politik untuk menghadapi tekanan politik dari tentara dan sebagai pelindung terhadap kudeta yang melibatkan satuan-satuan militer. Di kemudian hari korps ini menjadi rebutan antara pihak polisi dan militer.

Menghadapi gerakan separatis
Pada 1 Agustus 1947, Mobrig dijadikan satuan militer. Dalam kapasitasnya ini, Mobrig terlibat dalam mwenghadapi berbagai gejolak di dalam negeri. Pada tahun 1948, di bawah pimpinan Moehammad Jasin dan Inspektur Polisi II Imam Bachri bersama pasukan TNI berhasil menumpas pelaku Peristiwa Madiun di Madiun dan Blitar Selatan dalam Operasi Trisula. Mobrig juga dikerahkan dalam menghadapi gerakan separatis DI/TII di Jawa Barat yang dipimpin oleh S.M. Kartosuwiryo dan di Sulawesi Selatan dan Aceh yang dipimpin oleh Kahar Muzakar dan Daud Beureueh.

Pada awal tahun 1950 pasukan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin Kapten Raymond Westerling menyerbu kota Bandung. Untuk menghadapinya, empat kompi Mobrig dikirim untuk menumpasnya.

Mobrig bersama pasukan TNI juga dikerahkan pada April 1950 ketika Andi Azis beserta pengikutnya dinyatakan sebagai pemberontak di Sulawesi Selatan. Kemudian ketika Dr. Soumokil memproklamirkan berdirinya RMS pada 23 April 1950, kompi-kompi tempur Mobrig kembali ditugasi menumpasnya.
P
ada tahun 1953, Mobrig juga dikerahkan di Kalimantan Selatan untuk memadamkan pemberontakan rakyat yang dipimpin oleh Ibnu Hajar. Ketika Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) diumumkan pada 15 Februari 1958 dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai tokohnya, pemerintah pusat menggelar Operasi Tegas, Operasi Saptamarga dan Operasi 17 Agustus dengan mengerahkan Mobrig dan melalui pasukan-pasukan tempurnya yang lain. Batalyon Mobrig bersama pasukan-pasukan TNI berhasil mengatasi gerakan koreksi PRRI di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Timur, Riau dan Bengkulu.

Dalam Operasi Mena pada 11 Maret 1958 beberapa kompi tempur Mobrig melakukan serangan ke kubu-kubu pertahanan Permesta di Sulawesi Tengah dan Maluku.


Berganti nama menjadi Brimob
Pada 14 November 1961 bersamaan dengan diterimanya Pataka Nugraha Sakanti Yana Utama, satuan Mobrig berubah menjadi Korps Brigade Mobil (Korps Brimob).

Brimob pernah terlibat dalam beberapa peristiwa penting seperti Konfrontasi dengan Malaysia tahun 1963 dan aneksasi Timor Timur tahun 1975. Brimob sampai sekarang ini kira-kira berkekuatan 30.000 personil, ditempatkan di bawah kewenangan Kepolisian Daerah masing-masing provinsi.

Di tahun 1981 Brimob membentuk sub unit baru yang disebut unit Penjinak Bahan Peledak (Jihandak).
Semenjak tahun 1992 Brimob pada dasarnya adalah organisasi militer para yang dilatih dan diorganisasikan dalam kesatuan-kesatuan militer. Brimob memiliki kekuatan sekitar 12.000 personel. Brigade ini fungsi utamanya adalah sebagai korps elite untuk menanggulangi situasi darurat, yakni membantu tugas kepolisian kewilayahan dan menangani kejahatan dengan tingkat intensitas tinggi yang menggunakan senjata api dan bahan peledak dalam operasi yang membutuhkan aksi yang cepat. Mereka diterjunkan dalam operasi pertahanan dan keamanan domestik, dan telah dilengkapi dengan perlengkapan anti huru-hara khusus. Mereka telah dilatih khusus untuk menangani demonstrasi massa. Semenjak huru-hara yang terjadi pada bulan Mei 1998,

Pasukan Anti Huru-Hara (PHH) kini telah menerima latihan anti huru-hara khusus.Dan terus menerus melakukan pembaharuan dalam bidang materi pelaksanaan Pasukan Huru-Hara(PHH).

Beberapa elemen dari Brimob juga telah dilatih untuk melakukan operasi lintas udara. Dan juga sekarang sudah melakukan pelatiahan SAR(Search And Rescue)

Brimob dalam peristiwa

Pendaratan di Irian Barat
Korps Brimob Polri mempesiapkan sejumlah Resimen Tim Pertempuran (RTP)di pulau-pulau di Provinsi Maluku yang terdekat dengan Irian Barat sebagai respon atas perintah Presiden Soekarno untuk merebut Irian Barat dari tangan Belanda. Perintah Bung Karno itu dikenal sebagai Tri Komando Rakyat (Trikora). Dalam operasi ini Korps Brimob bergabung dalam Komando Mandala pimpinan Mayjen Soeharto. Satu tim Brimob pimpinan Hudaya Sumarya berhasil mendarat di Fak-Fak Irian Barat menggunakan sebuah speedboat. Dari Fak-Fak pasukan ini menusuk masuk ke pedalaman Irian Barat untuk mengibarkan Sang Saka Merah Putih. Dalam operasi ini mereka berhasil melakukan infiltrasi, sabotase terhadap instalasi tentara Belanda. Bahkan mereka juga berhasil membebaskan beberapa anggota RPKAD dan PGT yang ditangkap musuh ketika diterjunkan di daratan Irian Barat.
Peristiwa G-30-S

Pada hari-hari setelah peristiwa G-30-S, Brimob tetap netral. Hal ini membingungkan banyak pihak, karena pada September 1965 Brimob adalah unsur yang sangat dekat dengan Amerika. Karena sikap ini, sebagian pengamat menganggap Brimob sebagai unsur yang setia kepada Presiden Soekarno.
Timor Timur

Pada pembebasan Timor Timur tahun 1975 Brimob membentuk satu detasemen khusus untuk bergabung dalam Operasi Seroja, bergabungan dengan pasukan ABRI lainnya. Detesemen khusus ini diberinama Detasemen Khusus (Densus) Alap-alap. Personil Densus Alap-alat terdiri dari mantan anggota Menpor (Resimen Pelopor). Resimen Pelopor merupakan kesatuan khusus Brimob, yang berkualifikasi Ranger. Resimen ini dibubarkan tahun 1974 setelah ikut malang melintang dalam beberapa operasi pertempuran, di antaranya dalam Operasi Trikora di Irian Barat dan Dwikora atau Ganyang Malaysia. Densus Alap-alap bertugas sebagai pasukan pendahulu (pengintai) sekaligus penghancur pertahanan Fretilin di garis depan bersama Kopassus. Densus Alap-alap ini dibagi dalam tim-tim kecil yang merupakan tim gabungan TNI/Polri. Keterlibatan Densus Alap-alap ini tidak pernah diekspose secara terbuka ke media massa maupun dalam laporan resmi. Personelnya disusupkan ke dalam batalion-batalion infanteri TNI-AD ketika pemberangkatan ke Timor-Timur. Di antarannya disusupkan dalam Batalion Infanteri dari Kodam Brawijaya pimpinan Letkol Inf. Basofi Sudirman.



10. GEGANA

Gegana adalah bagian dari Kepolisian Indonesia (Polri). Pasukan ini mulai ada sejak tahun 1976, meski ketika itu baru berupa detasemen. Baru pada tahun 1995, dengan adanya pengembangan validasi Brimob bahwa kesatuan ini harus memiliki resimen, Detasemen Gegana lalu ditingkatkan menjadi satu resimen tersendiri, yakni Resimen II Brimob yang sekarang berubah nama Sat I Gegana(2003). Tugas utama Gegana ada tiga: mengatasi teror, SAR dan jihandak (penjinakan bahan peledak).

Secara umum, hampir semua anggota Gegana mampu melaksanakan ketiga tugas utama tersebut. Namun, kemampuan khusus yang lebih tinggi hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu. Gegana tidak memiliki Batalyon atau pun Kompi. Kesatuan yang lebih kecil dari resimen adalah detasemen. Setelah itu subden dan yang paling kecil adalah unit. Satu unit biasanya terdiri dari 10 orang. Satu subden 40 orang, dan satu detasemen beranggotakan 280-an orang.

Satu operasi biasanya dilakukan oleh satu unit. Karena itu, dari sepuluh personel dalam satu unit tersebut, harus ada enam orang yang memiliki kemampuan khusus. Masing-masing: dua orang memiliki kemampuan khusus yang lebih tinggi di bidang jihandak, dua orang di bidang SAR dan dua lagi ahli teror. Kedua orang itu disebut operator satu dan operator dua. Yang lainnya mendukung.

Misalnya untuk teror: operatornya harus memiliki keahlian menembak jitu, harus memiliki kemampuan negosiasi, ahli dalam penggebrekan dan penangkapan. Namun semuanya tidak untuk mematikan. Sebab setiap operasi Gegana pertama-tama adalah berusaha untuk menangkap tersangka dan menyeretnya ke pengadilan. Kecuali dalam keadaan terpaksa, yang mengancam jiwa orang yang diteror, barulah terpaksa ada penembakan. Sementara untuk SAR, dituntut memiliki kemampuan dasar seperti menyelam, repling, jumping, menembak, juga P3K.

Demikian pula, operator jihandak harus memiliki keahlian khusus di bidangnya. Setiap anggota Gegana secara umum memang sudah diperkenalkan terhadap bom. Ada prosedur-prosedur tertentu yang berbeda untuk menangani setiap jenis bom, termasuk waktu yang dibutuhkan. Kepada anggota Gegana jenis-jenis bom tersebut dan cara-cara menjinakkannya, termasuk risiko-risikonya, sudah dijelaskan.

Gegana baru punya tiga kendaraan taktis EOD (explosive ordinance disposal) yang sudah lengkap dengan alat peralatan. Padahal seharusnya, setiap unit memiliki satu kendaraan taktis. Selain di Gegana, kendaraan EOD masing-masing satu unit ada di Polda Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Jadi se-Indonesia baru ada enam unit.

Komando tertinggi setiap operasi Gegana langsung berada di bawah Kapolri yang dilaksanakan oleh Asop Kapolri.

Detasemen Gegana atau biasa disingkat Gegana adalah bagian dari Kepolisian Indonesia (Polri). Pasukan inilah yang umumnya diturunkan jika muncul suatu ancaman atau teror bom. Pasukan ini memiliki keahlian khusus sebagai tim penjinak bahan peledak (jihandak). Pasukan ini mulai ada sejak tahun 1976, meski ketika itu baru berupa detasemen. Baru pada tahun 1995, dengan adanya pengembangan validasi Brimob bahwa kesatuan ini harus memiliki resimen, Detasemen Gegana lalu ditingkatkan menjadi satu resimen tersendiri, yakni Resimen II Brimob. Sementara Resimen I adalah resimen pembentukan dari anggota-anggota Brimob yang berkualifikasi pelopor. Demikian pula Resimen III. Perubahan tersebut berdasarkan Skep Kapolri Nomor 10 tentang pengembangan organisasi Brimob tahun 1995.

Ada 3 tugas utama Gegana yaitu:
1. Mengatasi Teror
2. Perlindungan VIP / VVIP
3. SAR (search and rescue)
4. Parakomando dan Anti Gerilya
5. Jihandak (penjinakan bahan peledak).



11. DETASEMEN KHUSUS 88

Detasemen Khusus 88 atau Delta 88 adalah satuan khusus Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk penanggulangan teroris di Indonesia. Pasukan khusus berompi merah ini dilatih khusus untuk menangani [1]segala ancaman teror, termasuk teror bom. Beberapa anggota juga merupakan anggota tim Gegana.

Detasemen 88 dirancang sebagai unit antiteroris yang memiliki kemampuan mengatasi gangguan teroris mulai dari ancaman bom hingga penyanderaan. Unit khusus berkekuatan 400 personel ini terdiri dari ahli investigasi, ahli bahan peledak (penjinak bom), dan unit pemukul yang di dalamnya terdapat ahli penembak jitu.

Pembentukan
Satuan ini diresmikan oleh Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Firman Gani pada tanggal 26 Agustus 2004. Detasemen 88 yang awalnya beranggotakan 75 orang ini dipimpin oleh Ajun Komisaris Besar Polisi Tito Karnavian yang pernah mendapat pelatihan di beberapa negara.
Arti angka 88 pada tulisan Detasemen Khusus 88 ini menyerupai dua buah borgol. Angka 88 merupakan representasi[rujukan?] dari korban peristiwa bom Bali pada tahun 2002 dari warga asing yang mengalami korban terbanyak yaitu Australia. Makna "88" berikutnya adalah, angka "88" tidak terputus dan terus menyambung. Ini artinya bahwa pekerjaan Detasemen 88 Antiteror ini terus berlangsung dan tidak kenal berhenti. Angka "88" juga menyerupai borgol yang maknanya polisi serius menangani kasus ini.

Pasukan khusus ini dibiayai oleh pemerintah Amerika Serikat melalui bagian Jasa Keamanan Diplomatik (Diplomatic Security Service) Departemen Negara AS dan dilatih langsung oleh instruktur dari CIA, FBI, dan U.S. Secret Service. Kebanyakan staf pengajarnya adalah bekas anggota pasukan khusus AS. Pusat pelatihannya terletak di Megamendung, 50 kilometer selatan kota Jakarta.
Persenjataan

Satuan pasukan khusus baru Polri ini dilengkapi dengan persenjataan dan kendaraan tempur buatan Amerika, seperti senapan serbu Colt M4, senapan penembak jitu Armalite AR-10, dan shotgun Remington 870. Bahkan dikabarkan satuan ini akan memiliki pesawat C-130 Hercules sendiri untuk meningkatkan mobilitasnya. Semua persenjataan yang diberikan, termasuk materi latihan, diberitakan sama persis dengan apa yang dimiliki oleh satuan khusus antiteroris AS.

--END-


disarikan informasi dari Mabes TNI, Mabes TNI AD, Mabes Kostrad, Mabes Kopassus, Mabes TNI AL, Mabes Marinir, Mabes TNI AU, Mabes Polri, LSM bidang kemiliteran, Majalah Kemiliteran...
 
Blogger Templates